Ekonom proyeksi tekanan rupiah tak terlalu besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi juga menilai, pelaku pasar telah memperhitungkan rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) di bulan depan. Sehingga dampaknya akan bersifat jangka pendek.

Menurut Eric, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS akan berdampak pada utang luar negeri swasta. Outstanding ULN swasta lanjut dia, tentunya akan membesar.

Namun Eric menilai, pemenuhan kewajiban rasio lindung nilai (hedging) ULN swasta sudah cukup baik, meski belum mencapai 100% dan belum mencakup Usaha Kecil Menengah (UKM) yang melakukan aktivitas ekspor dan impor.


"Kalau rasio hedging korporasi sangat baik seperti data BI (Bank Indonesia), mestinya dampak dari pelemahan rupiah ke utang tidak sebesar kalau tidak di-hedge," kata Eric kepada Kontan.co.id, Minggu (12/11).

Catatan BI, posisi ULN swasta Indonesia hingga akhir Agustus 2017 mencapai US$ 165,6 miliar. Jumlah itu naik 0,1% year on year (YoY) dan naik tipis dari akhir bulan sebelumnya yang sebesar US$ 165,49 miliar.

Sementara itu, jumlah korporasi yang memenuhi rasio hedging 0-3 bulan mencapai 89% dan yang memenuhi rasio hedging 3-6 bulan mencapai 94%. Adapun nilai hedging 0-3 bulan mencapai US$ 4,8 miliar dan 3-6 mencapai US$ 1,5 miliar.

Lantaran sudah diperhitungkan pelaku pasar, dampak kenaikan bunga acuan The Fed tersebut terhadap nilai tukar rupiah juga dinilai relatif singkat.

Namun, tekanan rupiah bisa jadi cukup besar jika kenaikan Fed Fund Rate (FFR) tersebut dibarengi dengan kenaikan suku bunga bank sentral utama lainnya hingga meningkatnya risiko geopolitik di Timur Tengah, Korea atau Spanyol.

Namun, "Proyeksi saya nilai tukar rupiah di kisaran Rp 13.400-Rp 13.500 per dollar AS per akhir tahun 2017," tambahnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto