Ekonom ragu rating utang Indonesia naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan klaim, lembaga pemeringkat utang Standard & Poor's (S&P) segera menaikkan peringkat utang Indonesia dari saat ini BBB- menjadi BBB tahun depan. Namun, para ekonom meragukan hal itu. Pasalnya, kinerja perekonomian Indonesia belum memuaskan dan masih rentan terhadap efek global.

Ekonom Institute for Developtment of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengingatkan, S&P baru saja menaikkan peringkat utang Indonesia pada Mei 2017. Dengan alasan itu, ia ragu bakal ada kenaikan peringkat utang lagi dalam jangka pendek.

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia masih labil. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika (AS) belakangan ini melemah. "Depresiasi rupiah masih akan berlanjut hingga akhir tahun, bahkan diprediksi bisa menembus Rp 13.700 per dollar AS," terang Bhima, Minggu (22/10).


Kondisi keuangan negara juga mencemaskan. Penerimaan pajak diperkirakan bakal meleset dari target, sehingga ada kekhawatiran defisit anggaran membengkak jika pemerintah tak hemat belanja. "Jika tak ada pemangkasan anggaran, defisit APBN bisa 3,3% (batas undang-undang hanya 3%)," kata Bhima.

Kondisi utang RI juga mengkhawatirkan. Kementerian Keuangan mencatat, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.866,45 triliun per September 2017. Sejak era Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, utang RI bertambah sekitar Rp 1.200 triliun. 

Dari eksternal, tekanan terhadap ekonomi Indonesia diperkirakan semakin berat pada akhir bulan ini. Penyebabnya, Federal Reserve bakal mulai mengurangi aset. "Langkah ini akan diikuti bank sentral Eropa dan Jepang, sehingga akan semakin memacu investor asing keluar dari Indonesia," papar Bhima.

Ekonom BCA David Sumual juga meragukan klaim Menteri Luhut. Pasalnya, S&P biasanya akan memberikan sinyal terlebih dahulu sebelum menaikkan peringkat utang. "Sejauh ini tanda-tandanya belum ada," kata David.

Tanda-tanda itu bisa berupa pernyataan dari S&P tentang pandangan ekonomi suatu wilayah. "Atau ada perubahan outlook, misalnya dari stabil ke positif," jelas David.

Apalagi, berdasarkan pengalaman, S&P pernah menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB pada tahun 1995. Kenaikan itu berlangsung setelah tiga tahun peringkat BBB- disematkan.

David menyarankan, bila pemerintah ingin cepat mendapatkan perubahan peringkat utang dari S&P, fundamental perekonomian harus terus diperbaiki. Yang utama, kinerja penerimaan negara harus ditingkatkan agar tidak menimbulkan defisit yang besar di APBN. Ekspor juga harus digenjot agar tidak lagi terjadi defisit transaksi berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati