Ekonom Ragukan Fungsi Ketiga Wamenkeu untuk Dorong Tax Ratio



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti sosok Wakil Menteri keuangan. Hal itu karena persoalan penerimaan negara saat ini menjadi tanggung jawab dari wamenkeu. 

Ekonom Senior INDEF Nawir Messi masih mempertanyakan kemampuan sosok wamenkeu yang ditugasi untuk mengurus penerimaan negara. Ia menilai sosok yang harus mengurusi penerimaan negara sebaiknya sosok yang tegas. Sebab, sosok tersebut harus dapat mengubah rasio pajak menjadi lebih baik. 

"Jadi saya menunggu gebrakan positif apa saja yang akan dikeluarkan selama enam hingga dua belas bulan ke depan," ungkap Nawir dalam Diskusi Publi Indef, Selasa (22/10).


Nawir juga mengungkapkan Badan Penerimaan Negara berkaitan dapat menaikkan rasio pajak yang terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Ia menilai sistem perpajakan saat ini ada kaitannya dengan turunnya kelas menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian. 

Baca Juga: Kabinet Super Gemuk Prabowo Dinilai Akan Lumpuh dalam Dua tahun

"Yang jadi pertanyaan kita adalah dengan skema yang sifatnya suboptimum seperti ini di mana penerimaan negara akan ditangani wamen, apakah figur Wamen ini cukup mampu menangani isu penerimaan negara ini, cukup memadai merespons persoalan terkait perpajakan dan bisa diselesaikan atau tidak," ujarnya. 

Begitu juga dengan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan mengatakan pembentukan Badan Penerimaan Negara tidak akan terealisasi dengan Kembali ditunjuknya Sri Mulyani  sebagai Bendahara Negara. Padahal sejumlah program-program Prabowo membutuhkan anggaran besar, sehingga Badan Penerimaan Negara menjadi salah satu upaya menambah pendapatan negara.

"Anggaran tersebut datang dari Badan Penerimaan Negara yang meningkatkan tax ratio jadi 23%. Persoalannya adalah program pembentukan ini is dead now dengan dipilihnya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan," jelasnya. 

Fadhil meragukan Sri Mulyani dapat meningkatkan rasio pajak. Hal itu karena selama menjabat kurang lebih 10 tahun sebagai Menkeu, Sri Mulyani belum mampu mendongkrak pajak rasio menjadi minimal 12%.

"Itu tidak akan terlaksana, karena belum ada track-record Sri Mulyani dalam peningkatan tax ratio menjadi 12% misalnya, sekarang 10% harapannya itu bisa ditingkatkan dengan Badan Penerimaan Negara. Ini akan menjadi program yang ingin dijalankan Prabowo ini sulit tercapai dengan kabinet yang super gemuk ini," ucapnya.  

Baca Juga: Demokrasi yang Cacat Jadi Tantangan Berat Pemerintahan Prabowo

Selanjutnya: Imbal Hasil Obligasi Indonesia Cukup Kompetitif, Saingannya India dan Filipina

Menarik Dibaca: Ramalan BMKG Cuaca Besok Rabu (23/10) di Yogyakarta Tidak Ada Hujan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati