KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksi, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun ini akan mencapai Rp 290 triliun. Angka itu mencapai 111,4% dari target dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 260,2 triliun. Angka itu juga jauh lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2016, yang tercatat sebesar Rp 261,98 triliun atau 106,9% dari yang ditargetkan dalam APBN-P 2016. "Selain karena harga batubara dan komoditas tambang yang meningkat, realisasi PNBP yang melampaui target juga dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah," kata Bhima kepada KONTAN, Minggu (3/12). Kurs rupiah memang mengalami pelemahan sejak akhir September lalu menjadi di level Rp 13.500 per dollar Amerika Serikat (AS) hingga saat ini. Padahal sejak awal tahun, kurs rupiah bergerak di level Rp 13.300 per dollar AS. Bhima juga bilang, faktor lain yang mempengaruhi PNBP adalah karena adanya tambahan dari surplus Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 1,7 triliun. Selain itu, juga dari pergeseran PNBP kementerian atau lembaga (K/L) menjadi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). Bhima melanjutkan, kenaikan harga minyak mentah juga mempengaruhi kenaikan anggaran belanja. Utamanya, anggaran belanja subsidi. "Selisih harga minyak kini rata-rata sudah lebih dari 20,8% dari asumsi US% 48 per barel. Alhasil subsidi energi sampai akhir tahun tidak akan cukup menanggung beban. Jadi kemungkinan belanja subsidi energi akan berada di atas target Rp 89,9 triliun," tambahnya. Namun demikian menurut Bhima, dengan asumsi pembagian beban subsidi antara pemerintah dan Pertamina, defisit anggaran tahun ini diperkirakan akan berada di kisaran 2,8% dari PDB. Angka itu lanjut dia, merupakan level yang aman, meski perlu hati-hati. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: Realisasi PNBP 2017 jauh lebih tinggi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksi, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun ini akan mencapai Rp 290 triliun. Angka itu mencapai 111,4% dari target dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 260,2 triliun. Angka itu juga jauh lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2016, yang tercatat sebesar Rp 261,98 triliun atau 106,9% dari yang ditargetkan dalam APBN-P 2016. "Selain karena harga batubara dan komoditas tambang yang meningkat, realisasi PNBP yang melampaui target juga dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah," kata Bhima kepada KONTAN, Minggu (3/12). Kurs rupiah memang mengalami pelemahan sejak akhir September lalu menjadi di level Rp 13.500 per dollar Amerika Serikat (AS) hingga saat ini. Padahal sejak awal tahun, kurs rupiah bergerak di level Rp 13.300 per dollar AS. Bhima juga bilang, faktor lain yang mempengaruhi PNBP adalah karena adanya tambahan dari surplus Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 1,7 triliun. Selain itu, juga dari pergeseran PNBP kementerian atau lembaga (K/L) menjadi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). Bhima melanjutkan, kenaikan harga minyak mentah juga mempengaruhi kenaikan anggaran belanja. Utamanya, anggaran belanja subsidi. "Selisih harga minyak kini rata-rata sudah lebih dari 20,8% dari asumsi US% 48 per barel. Alhasil subsidi energi sampai akhir tahun tidak akan cukup menanggung beban. Jadi kemungkinan belanja subsidi energi akan berada di atas target Rp 89,9 triliun," tambahnya. Namun demikian menurut Bhima, dengan asumsi pembagian beban subsidi antara pemerintah dan Pertamina, defisit anggaran tahun ini diperkirakan akan berada di kisaran 2,8% dari PDB. Angka itu lanjut dia, merupakan level yang aman, meski perlu hati-hati. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News