Ekonom: Redenominasi tepat dilakukan saat ini



JAKARTA. Terkait keinginan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk menyederhanakan nilai mata uang rupiah melalui skema redenominasi. Ekonom Senior Standard Chartered Bank Aldian Taloputra berpendapat rencana redenominasi cukup tepat jika dilakukan saat ini.

"Saya rasa cukup tepat, melihat saat ini, sistem keuangan Indonesia, termasuk inflasi dan nilai tukar tergolong stabil," jelasnya pada KONTAN, Rabu (21/6).

Ia menilai akan ada beberapa dampak positif dari redenominasi rupiah ini. Terutama soal kemudahan teknik perhitungan. Pasalnya, selama ini secara teknis selalu melibatkan banyak digit. "Nantinya, digit rupiah akan lebih pendek dan mempermudah perhitungan," ungkap Aldian.


Selain itu, dalam hal transaksi, jumlah digit perhitungan yang panjang seperti saat ini berpotensi menyebabkan kesalahan dalam transaksi. Aldian memperkirakan jika rencana redenominasi kali ini tidak akan menyebabkan penurunan daya beli uang seperti kebijakan sanering yang pernah dilakukan Indonesia tahun 60-an.

"Redenominasi berbeda dengan sanering. Kita lihat juga fundamental ekonomi Indonesia sudah lebih kuat saat ini," tuturnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai redenominasi punya tujuan dan manfaat yang baik. Hanya saja butuh persiapan yang cukup lama, terutama untuk sosialisasi atau pemahaman ke masyarakat.

"Timing redenominasi juga penting. Kurs rupiah harus dalam kondisi stabil, sehingga tidak menimbulkan gejolak. Kondisi ekonomi juga harus kiat, minimal pertumbuhannya di atas 5,5%,'' jelasnya.

Ia kembali menambahkan, kontrol pemerintah terhadap inflasi juga perlu diperkuat kalau ingin menerapkan redenominasi. Seperti kasus redenominasi di Turki yang berhasil karena pemerintah berhasil mengendalikan inflasi pasca redenominasi.

Terkait kepentingan redenominasi, Bhima berpendapat redenominasi bermanfaat untuk simplifikasi sistem akuntansi. ''Akan ada dampaknya pada efisiensi biaya operasional bisnis,'' ujarnya.

Manfaat kedua, soal fluktuasi kurs, misalnya tidak terlalu berdampak pada psikologis pasar. Misal, US$ 1 = Rp 13.000, kalau turun 1% saja rupiah langsung melemah di Rp 13.130.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto