Ekonom: Rupiah digital belum jadi urgensi dalam waktu dekat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memang memiliki asa untuk menerbitkan rupiah digital atau central bank digital currency (CBDC), untuk memfasilitasi akselerasi ekonomi digital dalam negeri. 

Sayangnya, hingga kini bank sentral masih belum bisa mengkonfirmasi kapan CBDC akan diluncurkan. Namun, BI menegaskan hingga kini masih terus melakukan riset mendalam terkait penerapan CBDC. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengapresiasi upaya ini, mengingat digitalisasi memang berkembang pesat termasuk dalam sistem pembayaran. Hanya, ia melihat belum adanya urgensi dalam menerapkan CBDC dalam waktu dekat. 


“Memang saat ini belum terlalu urgent, melihat BI secara keseluruhan masih banyak tantangan yang dihadapi dalam waktu dekat,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Senin (13/9). 

Riefky menjabarkan, tantangan yang saat ini dihadapi adalah pemulihan ekonomi yang masih belum maksimal dan salah satunya ditunjukkan dari tingkat inflasi yang rendah dan masih berada di bawah kisaran sasaran bank sentral. 

Baca Juga: Bank Indonesia tegaskan rupiah digital tak akan gantikan uang kartal di peredaran

Selain itu, tantangan juga datang dari kemungkinan normalisasi kebijakan moneter (tapering off) bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan dan ini juga harus menjadi perhatian lebih BI. 

BI juga sudah memegang komitmen untuk kembali membantu pemerintah dalam hal pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun 2022, dengan kebijakan yang lebih dikenal dengan burden sharing. 

“Jadi, memang CBDC penting dikembangkan. Namun, BI juga harus menyusun skala prioritas. BI bisa memasukkan agenda CBDC ini, tetapi tidak menjadi prioritas. Fokus terkait pemulihan ekonomi, burden sharing, tapering off, serta krisis lain harus jadi prioritas,” jelas Riefky. 

Menurut Riefky, waktu yang lebih ideal untuk implementasi CBDC ini adalah saat permintaan sudah mulai pulih, alias sudah terlihat adanya peningkatan inflasi serta ancaman taper tantrum mereda.

Nah tentu, ini juga harus dibarengi dengan kesiapan dari berbagai pihak, yaitu BI dengan otoritas terkait dan juga kesiapan masyarakat dalam menggunakan rupiah digital. 

Pertama, dari BI dan otoritas terkait, harus siap membangun infrastruktur dan ekosistem pembayaran digital yang mumpmuni. Dalam hal ini, terkait dengan pemerataan teknologi digital sehingga CBDC bisa digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Tak hanya itu, BI dan otoritas terkait juga harus menjamin keamanan data dan keamanan transaksi. Apalagi, salah satu masalah terbesar dari dunia digital adalah adanya peretas dan kebocoran data. Jangan sampai hal ini terjadi.

Kedua, ini juga harus bisa diterima oleh masyarakat. Nah, dalam hal ini BI bisa merangkul pihak-pihak terkait tak hanya perbankan, tetapi juga fintech untuk menggencarkan penggunaan rupiah digital. 

“Karena kadang banyak masyarakat yang di pelosok tidak terjangkau oleh perbankan, tetapi terjangkau oleh fintech. Mereka masih bisa mengakses lewat cerdas gawai masing-masing,” tandas Riefky. 

Selanjutnya: Ini 6 langkah BI menjaga kondisi sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi