Ekonom Sarankan Agar 3 Produk Ini Tidak Masuk dalam Program Hilirisasi



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah berencana memperluas hilirisasi menjadi 21 komoditas hingga tahun 2035. Perluasan hilirisasi tersebut diyakini bisa mendongkrak penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi.

Hanya saja, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar produk batubara, minyak dan gas (migas) tidak masuk dalam perluasan program hilirisasi tersebut. 

Ini lantaran, produk tersebut tidak sejalan dengan upaya net zero emission 2060 yang telah menjadi komitmen Indonesia.

Baca Juga: Hilirisasi Biofuel Kian Dilirik Pelaku Usaha

Selain itu, Indonesia juga menerima komitmen pendanaan sebesar US$ 20 miliar dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP).

"Sebaiknya untuk produk batubara, minyak dan gas tidak masuk dalam program hilirisasi," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (19/1).

Meski begitu, Bhima tetap mendukung perluasan program hilirisasi komoditas lainnya. 

Menurutnya, dari 21 komoditas yang paling potensial untuk dilakukan hilirisasi adalah komoditas nikel, tembaga, dan bauksit. 

Hal ini lantaran ketiga komoditas tersebut berkaitan dengan kebutuhan ekosistem baterai dan kendaraan listrik.

Baca Juga: BKPM: Perluasan Program Hilirisasi Berpotensi Dongkrak Nilai Ekspor

"Sawit sejauh ini memang masih olahan primer berbentuk CPO, dan memiliki potensi pengembangan ratusan produk hirilisasi yang bernilai tambah," katanya.

Sementara untuk komoditas kelautan seperti garam, menurut Bhima, seharusnya bisa dikembangkan untuk menutup kebutuhan garam industri, apalagi Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang.

Kemudian untuk komoditas perikanan, potensinya juga sangat besar untuk dilakukan hilirisasi. 

Baca Juga: Rencana BASF dan Eramet untuk Kembangan Hilirisasi Nikel di Indonesia Makin Dekat

Pasalnya, selama ini produk perikanan selama ini banyak dijual mentah, sehingga menurut Bhima, Indonesia sangat tertinggal soal perikanan dari Thailand dan Vietnam terutama dalam daya saing ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli