KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah penduduk yang tergolong kelas menengah berkurang selama era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dengan kriteria BPS yang merujuk pada Bank Dunia, berkurang sebanyak 9,48 juta orang dari sebelumnya 57,33 juta orang (2019) menjadi 47,85 juta orang (2024). Secara persentase atas total penduduk kelas menengah berkurang sebesar 4,13% poin.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky mencermati berkurangnya kelas menengah mengindikasikan kinerja ekonomi yang kurang baik selama era pemerintahan Jokowi.
Baca Juga: Beban Masyarakat Bertambah Akibat Pajak Bangun Rumah Sendiri Ikut Naik pada 2025 Apalagi diikuti bertambahnya kelompok menuju kelas menengah dan kelompok rentan miskin. Bahkan stagnasi jumlah penduduk miskin terjadi pada periode 2019-2024. "Fenomena ini meningkatkan risiko perekonomian Indonesia pada tahun-tahun mendatang," jelas Awalil pada diskusi publik, Selasa (17/9). Di sisi lain, berkurangnya kelas menengah akan menyulitkan pertumbuhan konsumsi. Bahkan sebagian investasi yang berskala kecil dan menengah juga akan tergerus. Kelas menengah merupakan faktor penting kinerja perekonomian suatu negara. Pada sisi permintaan agregat berdampak melalui konsumsi, yang jika meningkat pesat akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada giliran berikutnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan, menurunkan ketimpangan, serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Baca Juga: 80% Pemain Judi Online dari Kelas Menengah ke Bawah, Ini Tanggapan Pengamat Pada sisi penawaran, mempengaruhi melalui penciptaan lapangan pekerjaan dan kondisi pekerja, yang jika meningkat akan menumbuhkan pendapatan. Diyakini pula akan memberi kesempatan luas pada investasi modal manusia atau pendidikan. Selanjutnya berpotensi menambah jumlah kelompok kelas menengah di masa mendatang. Sementara itu, Awalil menilai, bukan hanya kelas menengah melainkan masyarakat yang rentan miskin dan masyarakat miskin memiliki masalah lebih serius. Banyak dari mereka yang tidak tergolong miskin namun berada di sekitar Garis kemiskinan, dan sangat rentan untuk jatuh miskin.
Baca Juga: Dilema Pembatasan BBM, Beban Fiskal Berkurang Tetapi Daya Beli Sedang Lesu "Sebagiannya hanya terbantu oleh program bansos dan semacamnya," ujarnya. Awalil mengungkapkan fenomena ini menyebabkan suramnya prospek perekonomian. Bahkan, kesenjangan sosial akan cenderung meningkat dan bisa berdampak pada ketidakstabilan sosial dan politik. Ditambah melemahnya daya tahan perekonomian nasional jika terjadi guncangan eksternal pada tahun-tahun mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli