Ekonom Sebut Kenaikan Tarif Rokok 10% Tak Signifikan Tambah pada Penerimaan Negara



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% yang rencananya bakal diterapkan pada tahun 2023 dan 2024, nampaknya tidak akan mengerek penerimaan negara, utamanya pada tahun ini.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan, besaran kenaikan tarif sebesar 10% relatif moderat atau tidak terlalu besar, sehingga tidak terlalu berpengaruh pada penerimaan negara.

Padahal, biasanya jika pemerintah menaikkan tarif cukai pada tahun berikutnya, di akhir tahun sebelum berlakunya tarif, para pelaku usaha akan memborong pita cukai dengan memanfaatkan tarif lama yang lebih murah atau sebelum tarif baru diterapkan.


Baca Juga: Cukai Rokok Naik 10%, Nojorono Tobacco akan Kerek Harga Produk

“Saya kira forestalling atau pengusaha borong pita cukai di akhir tahun tidak akan terjadi karena rencana kenaikan tarif yang relatif moderat,” tutur Nirwala kepada Kontan.co.id, Jumat (4/11).

Selain itu, permohonan penyediaan pita cukai (P3C) juga harus dilakukan tiga bulan sebelum pemesanan, sehingga kecil kemungkinan pelaku usaha akan memborong pita cukai di akhir tahun ini.

Senada, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, kenaikan tarif ini tidak bertujuan untuk mendongkrak penerimaan negara. Melainkan pemerintah ingin mengurangi jumlah konsumsi rokok khususnya pada prevalensi perokok anak.

Meski begitu, Ia mengakui untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok memang tidak lah mudah. Ia menjelaskan, penerimaan cukai yang naik dari tahun ke tahun bukan karena tarifnya yang meningkat, melainkan jumlah konsumsi rokoknya yang meningkat.

Baca Juga: Industri Rokok Elektrik Diyakini Bakal Terus Tumbuh

“Akan tetapi kenapa penerimaan cukai relatif stabil dan kuat dari tahun ke tahun? Ini karena dalam konteks ini perokok masih bertambah, jadi walaupun cukai meningkat penerimaan cukai cukup stabil nggak akan terlalu berpengaruh,” kata Febrio.

Lebih lanjut, Febrio mengatakan, selain menargetkan untuk mengurangi angka konsumsi rokok, pemerintah juga akan terus memberantas peredaran rokok ilegal. Upaya terakhir yang dilakukan adalah dengan menggelar Operasi Gempur Rokok Ilegal pada 12 September-12 November 2022.

Operasi Gempur Rokok Ilegal dilakukan dengan dua metode pendekatan yaitu soft approach dan hard approach. Soft approach merupakan pendekatan yang dilakukan dengan upaya preventif berupa pembinaan, sosialisasi, dan evaluasi.

Sementara hard approach merupakan metode pendekatan yang dilakukan dengan upaya represif berupa penindakan berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli