KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir Maret 2023 berada di level Rp 7.879,07 triliun. Angka tersebut menandakan utang pemerintah naik menjadi Rp 17,39 triliun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.861,68 triliun. Adapun rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,17%. Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pemerintah perlu mewaspadai imbas peningkatan utang ke depannya.
Faisal beranggapan peningkatan utang yang terjadi belakangan baik pemerintah maupun swasta dirasa wajar karena adanya pandemi Covid-19. Sebab, digunakan untuk pembiayaan perekonomian dan kesehatan.
Baca Juga: Utang Pemerintah Naik pada Maret 2023, Begini Kata Ekonom CORE Namun, dia menyebut peningkatan utang tentu saja akan memengaruhi ketahanan ekonomi. Faisal mengatakan salah satu hal yang perlu diwaspadai sehingga mengakibatkan perekonomian turun, yakni terlilit utang terlalu tinggi. "Meskipun demikian, tentu saja utang harus dilihat juga fungsinya, jika memang digunakan untuk hal produktif, tentu menjadi sepadan," ucap dia kepada KONTAN.CO.ID, Rabu (26/4). Faisal menyampaikan hal yang perlu diperhatikan, yaitu utang digunakan untuk kegiatan belanja yang kurang produktif, ditambah pengelolaannya yang kurang akuntabel dan tidak efisien. Menurut dia, peningkatan utang perlu dikendalikan setelah pandemi Covid-19 mereda. Adapun caranya dengan belanja yang lebih cermat dan efisien. Selain itu, pemerintah juga harus cermat mengejar dari sisi penerimaan. Terkait hal itu, Faisal memberikan catatan mengenai utang meningkat dibarengi dengan kasus yang menyeret Direktorat Jenderal Pajak. Fenomena tersebut justru memicu atau mengganggu kepercayaan publik terhadap keuangan negara yang mana dibiayai oleh utang.
Baca Juga: Kemenkeu Catat Utang Pemerintah hingga Maret 2023 Capai Rp 7.879,07 Triliun "Jadi, ketika utang meningkat, pada saat yang sama ternyata pengelolaan negara juga banyak kebocoran. Banyak kasus-kasus yang menggerogoti akuntabilitasnya, seperti transaksi janggal Rp 349 triliun, tentu hal itu tengah mengganggu kepercayaan masyarakat. Imbasnya, mengganggu penerimaan dari pajak dan menghambat peningkatan
tax ratio," kata dia. Faisal berpendapat penerimaan pajak dan peningkatan tax ratio tersebut yang sebenarnya dibutuhkan pemerintah untuk menekan tingkat utang ke depannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi