Ekonom Sebut Rasio Pembayaran Bunga Utang di Atas 20% Jadi Lampu Kuning Fiskal



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia menilai rasio pembayaran bunga utang Indonesia tetap tinggi meskipun kondisi pembiayaan masih akomodatif dan biaya pinjaman berhasil ditekan.

Dalam laporannya berjudul Fondasi Digital untuk Pertumbuhan edisi Desember 2025, Bank Dunia mencatat rasio pembayaran bunga terhadap pendapatan mencapai 20,5% hingga Oktober, di tengah upaya pemerintah menjaga kehati-hatian fiskal.

Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan mencapai diatas 20% adalah lampu kuning, serta masuk dalam kategori berisiko cukup tinggi. “Ini jauh diatas belanja modal atau transfer ke daerah,” tutur Wija kepada Kontan, Kamis (25/12/2025).


Baca Juga: Perkuat Layanan Ekspor-Impor, Pemerintah Tetapkan Lima Isu Strategis INSW pada 2026

Wija menambahkan, dengan kondisi tersebut ditambah  berbagai program strategis yang mahal, maka ruang fiskal pemerintah benar-benar akan menyempit, bahkan sulit mengharapkan APBN yang inovatif.

Intinya, lanjut Wija, situasi tersebut dinilai membuat peran APBN sebagai pendorong pertumbuhan, pemerataan, dan peningkatan daya saing menjadi semakin terbatas.

Ia juga menilai, apabila kondisi rasio utang terhadap pendapatanyang melebihi 20%  ini dikombinasikan dengan pembayaran cicilan pokok, maka rasio pembayaran bunga dan cicilan pokok terhadap penerimaan negara atau debt service ratio (DSR) dapat mencapai lebih dari 40%, melampaui batas aman kisarn 25%–30%.

“Kondisi itu disebut berpotensi meningkatkan risiko fiskal, sehingga minat investor untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) menurun dan pada akhirnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus berlanjut,” ungkapnya.

Ke depan, ia melihat, kondisi pada 2026 dengan menilai bahwa hingga kini belum terlihat tanda-tanda perbaikan daya beli masyarakat. Selain itu, dunia usaha masih bersikap wait and see dan pasar ekspor dinilai belum pasti.

Baca Juga: KPK Akan Verifikasi Isu Aliran Dana Pengadaan Iklan Bank BJB dari RK ke Aura Kasih

Dalam kondisi tersebut, penerimaan negara diperkirakan tetap menghadapi tekanan, sementara pengeluaran meningkat, defisit melebar, dan kebutuhan pembiayaan utang tetap tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Jika tanpa perubahan kebijakan yang drastis, situasi 2026 tidak lebih baik dari 2025,” tandasnya.

Selanjutnya: Pemerintah Klaim Peningkatan Layanan Ekspor-Impor Melalui INSW 2025 Sesuai Target

Menarik Dibaca: Banyak Pemilik Rumah Menyesal, Ini Jenis Lantai Dapur yang Seharusnya Digunakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News