JAKARTA. Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Fauzi Ichsan, memprediksi siapapun presiden yang terpilih dalam pemilu 9 Juli 2014 mendatang, harga bahan bakar minyak (BBM) tetap akan naik. Sebab kondisi ini dipengaruhi defisit neraca transaksi berjalan yang masih menghantui.Menurut Fauzi, hanya Tiongkok negara besar di dunia yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 7,7% di 2013 menjadi diperkirakan 7,4% di 2014. Selebihnya, Amerika Serikat diperkirakan mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi dari 1,9% di 2013 menjadi 2,1% di 2014. "Begitu pula Eropa diperkirakan akan naik dari minus 0,4% menjadi 1,3% di 2014," kata Fauzi di Jakarta, Kamis, (3/7).Permasalahannya, lanjut Fauzi, membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia justru semakin memperbesar defisit neraca transaksi berjalan. Sebab 60% ekspor Indonesia masih sangat bergantung pada komoditi. "Sementara, harga komoditi minyak bumi maupun gas kalaupun naik, kecil," ujar Fauzi.Di sisi lain Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor minyak bumi dan bahan bakar minyak. Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga, termasuk dalam hal energi, masih kuat. Akibat defisit APBN bisa melebihi batas maksimal 3% sesuai ketentuan UU Keuangan Negara. "Ketika subsdi BBM membengkak begitu besar, kenaikan BBM harus dilakukan," papar Fauzi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: Siapapun presidennya, harga BBM akan naik
JAKARTA. Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Fauzi Ichsan, memprediksi siapapun presiden yang terpilih dalam pemilu 9 Juli 2014 mendatang, harga bahan bakar minyak (BBM) tetap akan naik. Sebab kondisi ini dipengaruhi defisit neraca transaksi berjalan yang masih menghantui.Menurut Fauzi, hanya Tiongkok negara besar di dunia yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 7,7% di 2013 menjadi diperkirakan 7,4% di 2014. Selebihnya, Amerika Serikat diperkirakan mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi dari 1,9% di 2013 menjadi 2,1% di 2014. "Begitu pula Eropa diperkirakan akan naik dari minus 0,4% menjadi 1,3% di 2014," kata Fauzi di Jakarta, Kamis, (3/7).Permasalahannya, lanjut Fauzi, membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia justru semakin memperbesar defisit neraca transaksi berjalan. Sebab 60% ekspor Indonesia masih sangat bergantung pada komoditi. "Sementara, harga komoditi minyak bumi maupun gas kalaupun naik, kecil," ujar Fauzi.Di sisi lain Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor minyak bumi dan bahan bakar minyak. Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga, termasuk dalam hal energi, masih kuat. Akibat defisit APBN bisa melebihi batas maksimal 3% sesuai ketentuan UU Keuangan Negara. "Ketika subsdi BBM membengkak begitu besar, kenaikan BBM harus dilakukan," papar Fauzi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News