Ekonom: Stabilisasi rupiah dengan bergantung pada kebijakan moneter kurang efektif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih terus berlanjut. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Jumat (5/10), kurs rupiah pun menyentuh Rp 15.182 per dollar AS.

Berbagai operasi moneter dan intervensi baik di pasar valuta asing (valas) maupun Surat Berharga Negara (SBN) pun sudah dilakukan untuk menguatkan nilai tukar rupiah.

Meski begitu Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, adanya kebijakan moneter ini pun harus didukung dan bersinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah maupun dari sisi pedagangan dan investasi.

"Kalau hanya menggantungkan diri pada kebijakan moneter memang kurang efektif," tutur David kepada Kontan.co.id, Minggu (7/10).

David menambahkan, pengurangan impor merupakan hal yang paling mudah dan cepat yang bisa dilakukan oleh pemerintah.

Dari sisi fiskal, pemerintah pun sudah melakukan kebijakan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor terhadap 1.147 barang yang merupakan impor barang konsumsi dan diproduksi dalam negeri.

"Tetapi ini porsinya masih sedikit, belum tentu juga masyarakat mengurangi konsumsinya," tambah David.

Sementara, dari sisi kebijakan moneter, pemerintah sudah menaikkan suku bunga, akan melakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), juga melakukan kerjasama multilateral swap dengan banyak negara.

Meski berbagai kebijakan tersebut sudah dilakukan, menurut David masih banyak upaya lain yang bisa diterapkan oleh pemerintah. Menurutnya, salah satu upayanya adalah menarik investasi langsung dari asing. Investasi ini pun diharapkan berupa investasi yang bersifat jangka panjang.

Tak hanya menarik investor asing, menarik perusahaan swasta nasional untuk berinvestasi di dalam negeri pun perlu dilakukan.

"Kalau perusahaan nasional berinvestasi di luar negeri itu bisa membuat aliran dananya keluar. Sementara banyak peluang di dalam negeri, " tutur David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto