JAKARTA. Suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih akan mengalami kenaikan dua kali lagi sepanjang tahun. Namun, hal tersebut juga diperkirakan tak akan menambah beban bunga utang pemerintah. Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, pelaku pasar sudah memperhitungkan kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali di tahun ini. Tak hanya itu, saat ini pelaku pasar juga tengah mencoba memperhitungkan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard and Poor's (S&P). Dilihat dari faktor tersebut, imbal hasil surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah masih jauh lebih atraktif dibanding negara Asean lainnya, walaupun sedikit menurun. Begitu juga dengan imbal hasil surat utang Indonesia dalam denominasi valas lantaran return of investment dalam dollar AS paling atraktif se-Asia. "Kalau dilihat, bond Indonesia secara keseluruhan baik rupiah maupun global. Tidak banyak di dunia yang bisa dijadikan tempat investasi yang menarik dan aman. AS, Jepang, Eropa, kuponnya tidak menarik," kata Adrian kepada KONTAN, Jumat (24/3). Karena itu, menurut dia, beban bunga utang pemerintah semestinya tidak akan meningkat. Sebab pemerintah tak perlu menawarkan kupon yang tinggi kepada investor untuk membeli obligasinya. Lebih lanjut dia menjelaskan, banyak yang mempersepsikan bahwa jika suku bunga The Fed naik maka indeks dollar AS lebih menarik sehingga ada aliran modal asing dari emerging market ke AS. Namun kenyataannya, saat suku bunga The Fed naik, imbal hasil Indonesia turun, indeks dollar AS turun, harga emas naik, dan harga komoditas naik yang pada akhirnya aliran modal asing masuk ke emerging market, termasuk Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom tak khawatir beban bunga naik karena Fed
JAKARTA. Suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih akan mengalami kenaikan dua kali lagi sepanjang tahun. Namun, hal tersebut juga diperkirakan tak akan menambah beban bunga utang pemerintah. Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, pelaku pasar sudah memperhitungkan kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali di tahun ini. Tak hanya itu, saat ini pelaku pasar juga tengah mencoba memperhitungkan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard and Poor's (S&P). Dilihat dari faktor tersebut, imbal hasil surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah masih jauh lebih atraktif dibanding negara Asean lainnya, walaupun sedikit menurun. Begitu juga dengan imbal hasil surat utang Indonesia dalam denominasi valas lantaran return of investment dalam dollar AS paling atraktif se-Asia. "Kalau dilihat, bond Indonesia secara keseluruhan baik rupiah maupun global. Tidak banyak di dunia yang bisa dijadikan tempat investasi yang menarik dan aman. AS, Jepang, Eropa, kuponnya tidak menarik," kata Adrian kepada KONTAN, Jumat (24/3). Karena itu, menurut dia, beban bunga utang pemerintah semestinya tidak akan meningkat. Sebab pemerintah tak perlu menawarkan kupon yang tinggi kepada investor untuk membeli obligasinya. Lebih lanjut dia menjelaskan, banyak yang mempersepsikan bahwa jika suku bunga The Fed naik maka indeks dollar AS lebih menarik sehingga ada aliran modal asing dari emerging market ke AS. Namun kenyataannya, saat suku bunga The Fed naik, imbal hasil Indonesia turun, indeks dollar AS turun, harga emas naik, dan harga komoditas naik yang pada akhirnya aliran modal asing masuk ke emerging market, termasuk Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News