JAKARTA. Tarif tebusan yang berlaku bagi wajib pajak yang ingin mengajukan permohonan Pengampunan Pajak atau Tax Amnetsy dinilai terlalu murah. Hal tersebut diungkapkan oleh Ekonom Bank Rakyar Indonesia (BRI) Anggito Abimanyu saat menyampaikan usulannya terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty di DPR, hari ini (20/4). Dalam draft RUU Tax Amnesty, tarif tebusan yang harus dibayarkan wajib pajak yaitu 2% untuk periode tiga bulan setelah UU tersebut diberlakukan, 4% untuk bulan keempat hingga keenam, dan 6% untuk bulan ketujuh hingga 31 Desember 2016. Sementara untuk wajib pajak yang melakukan repatriasi aset, mendapat tarif yang lebih rendah yaitu 1%, 2%, dan 3% untuk masing-masing periode yang sama.
Anggito menginginkan, besaran tarif tersebut kembali dipertimbangkan. Mengacu kepada beberapa negara yang pernah melaksanakan kebijakan Tax Amnesty, tarif tebusan yang dipatok, minimal 5%. Amerika Serikat misalnya, menerapkan Tax Amnesty pada tahun 2007, 2009, dan 2012 dengan kisaran tarif 5%-10%. Afrika Selatan pada tahun 2003 dan 2016 yang didahulukan dengan melakukan rekonsiliasi nasional memberikan diskon 50% dan tarif 10% bagi yang mau membayar pajak. Kemudian, Italia pada tahun 2001, 2003, dan 2009 menerapkan tarif flat 5%, Turki pada tahun 2014 menerapkan tarif kurang dari 10%, dan India tahun 1997 menghapuskan denda dan sanksi.