Ekonom UGM: Divestasi 11% Saham Vale Indonesia Belum Memadai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia diminta tetap tegas dalam mengambil keputusan terkait proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Kewajiban divestasi 51% saham Vale Indonesia menjadi salah satu syarat untuk perpanjangan izin operasi yang akan berakhir pada 2025 mendatang.

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengungkapkan, meskipun negosiasi divestasi masih alot, pemerintah tetap harus mengusahakan penguasaan 51% saham Vale Indonesia.


"Harga mati bahwa divestasi 51% itu merupakan syarat untuk perpanjangan pada 2025," kata Fahmy kepada Kontan, Selasa (20/6).

Terkait proses divestasi, sebelumnya pada tahun 1990 Vale Indonesia telah melepaskan 20% sahamnya melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menjadi perusahaan terbuka.  

Baca Juga: MIND ID Minta Pencatatan Aset Tambang Nikel Vale Indonesia (INCO) di Indonesia

Fahmy melanjutkan, sekitar 20% saham Vale Indonesia yang telah dilepaskan ke publik pun belum cukup merepresentasikan kepentingan nasional.

Untuk itu, penambahan sekitar 11% saham saja dinilai tidak memadai. Terlebih, Vale Indonesia telah beroperasi cukup lama di Indonesia.

"Saya kira akan lebih baik (divestasi) berhubungan langsung dengan Vale saja. Nanti Vale bagaimana cara mengusahakannya yang penting pemerintah mencapai 51%," jelas Fahmy.

Fahmy melanjutkan, bahkan jika tidak kunjung ada titik temu dalam proses divestasi maka pemerintah harus berani mengambil langkah tegas.

Salah satunya dengan membuka opsi tidak memberikan perpanjangan izin bagi Vale Indonesia.

Fahmy menambahkan, walaupun nanti Indonesia telah menjadi pemegang saham pengendali, pemerintah tetap harus memastikan adanya kontribusi dari sisi operasional.

Baca Juga: Pemerintah Didorong Penuhi Divestasi 51% Saham Vale Indonesia

Menurutnya, dibutuhkan waktu bagi BUMN/BUMD untuk terlibat dan berkontribusi secara aktif dari sisi operasional. Akan tetapi, hal tersebut dapat dilakukan secara bertahap.

Asal tahu saja, Vale Indonesia tercatat memiliki luas lahan konsesi mencapai 118.017 hektare (ha) meliputi Sulawesi Selatan (70.566 ha), Sulawesi Tengah (22.699 ha) dan Sulawesi Tenggara (24.752 ha).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari