Ekonom UI: Tarif cukai rokok harus dikawal



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok secara rata-rata naik 23% dan 35% harga jual eceran rata-rata.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Abdillah Hasan menilai keputusan pemerintah ini senada dengan pertimbangan tingkat inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir dengan total sekitar 17%.

Baca Juga: BKF: Tarif cukai hasil tembakau tahun depan naik 23% karena dirapel


Sedangkan kenaikan harga rata-rata yang diumumkan adalah melebihi ekspektasi tarif CHT dan harga jual eceran. Menurut Abdillah rincian kebijakan ini perlu dikawal agar efektif dalam menurunkan konsumsi rokok.

“Karena angka 23% dan 35% adalah rata-rata, maka perhatian perlu difokuskan pada jenis rokok mana yang tarif cukainya naik paling tinggi,” kata Abdillah kepada Kontan.co.id, Senin (16/9).

Abdillah mengharapkan agar angka 23% kenaikan tarif CHT dan  35% kenaikan harga jual eceran merupakan kenaikan minimal untuk semua jenis rokok. Dia mengamati harga rokok saat ini antara Rp 5.000-Rp 25.000 per bungkus yang dinilai masih jauh dari harga yang dianggap perokok akan bisa menurunkan konsumsi atau menghentikan kebiasaan merokoknya.

Baca Juga: Formasi minta pemerintah gabungkan batasan produksi SPM dan SKM

Survey dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI menunjukkan bahwa harga yang dapat menurunkan konsumsi rokok adalah Rp.60-70 ribu per bungkus. Abdillah prediksi harga termahal setelah kenaikan cukai ini, akan berada di kisaran Rp 35.000 per bungkus.

Artinya, Ini masih setengah dari harga yang menurunkan konsumsi. “Kami berharap pemerintah fokus pada harga rokok SKM 1 agar mendekati Rp. 60.000 per bungkus. Kami yakin Presiden Jokowi melindungi anak-anak dari terkaman industri rokok,” kata Abdillah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini