KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Senin lalu (16/8) menjadi sorotan publik. Pasalnya, dalam pidato tersebut, Presiden menyampaikan bahwa defisit anggaran tahun 2022 direncanakan sebesar 4,85% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 868,0 triliun. Defisit anggaran tahun 2022 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal. Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal itu dilakukan agar tingkat utang dalam batas yang terkendali.
Menurut Teuku Riefky, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI), pada semester I-2021, utang pemerintah memang mengalami lonjakan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun, menurutnya, kenaikan utang pemerintah tersebut masih dalam batas aman. Baca Juga: Rasio Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi 37% terhadap PDB Riefky mengutip beleid yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam UU Keuangan Negara itu disebutkan, batas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 60%. "Jadi, kalau rasio utang masih di bawah ketentuan UU, maka bisa disebut utang pemerintah masih dalam posisi aman," kata Riefky dalam keterangannya, Rabu (18/6). Dengan batasan tersebut, menurut Riefky, rasio utang Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan sejumlah negara lainnya.