JAKARTA. Utang luar negeri swasta terus memberikan porsi yang signifikan. Bahkan Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberikan lampu kuning dengan memberikan himbauan bagi korporasi agar berhati-hati dalam melakukan utang. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat utang luar negeri swasta memang agak sulit karena menyangkut ekpansi bisnisnya. Korporasi mempunyai pertimbangan masing-masing untuk berutang. Sependapat dengan BI, yang berbahaya adalah apabila penghasilan dalam rupiah dan meminjam dalam mata uang asing. Menurut David, tekanan terhadap rupiah akan muncul apabila ekspansi atau usaha yang dilakukan si korporasi tidak berhasil. "Berarti akan ada risiko macet," tuturnya. Kalau korporasi menerbitkan utang sebenarnya justru menambah pasokan valas.Perkiraan David, fundamental rupiah berada pada level 11.500. Di sisi lain, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menekankan upaya pemerintah dan BI agar bisa menciptakan iklim di mana perusahaan bisa meminjam uang dari bank dalam negeri saja.Caranya, buat bunga bank dalam negeri kompetitif dibanding bank-bank luar negeri. Purbaya bilang, bunga bank dalam negeri bisa 10%-12% atau dua kali lipat dibanding bunga bank luar. Kalau hal ini tidak bisa dilakukan tentu akan berbahaya bagi utang swasta yang terus melonjak. Apalagi melihat perusahaan yang akan mencetak utang seperti Telkomsel yang notabene mempunyai pendapatan dalam rupiah dan berutang dalam dolar. "Kalau rupiah stabil tidak jadi masalah. Kalau (rupiah) goncang, utang swasta akan besar dalam rupiah," tukasnya. Alhasil rupiah bisa jadi tertekan apabila terjadi goncangan dengan tidak bisa membayar utang jatuh tempo. Perkiraan Purbaya, rupiah masih berpotensi menguat ke bawah 11.000 hingga akhir Juni. Ini diakibatkan kejelasan hasil pemilu yang sudah terlihat. Sebagai informasi, setidaknya ada tujuh korporsi yang berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau obligasi valas pada tahun ini. Tiga di antaranya direncanakan keluar pada triwulan II 2014. Pertama, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang akan menerbitkan utang senilai US$ 300 juta. Kedua, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan nilai US$ 200 juta. Ketiga, PT Pelindo III (Persero) yang akan menerbitkan US$ 400 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: Utang luar negeri sulit diredam
JAKARTA. Utang luar negeri swasta terus memberikan porsi yang signifikan. Bahkan Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberikan lampu kuning dengan memberikan himbauan bagi korporasi agar berhati-hati dalam melakukan utang. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat utang luar negeri swasta memang agak sulit karena menyangkut ekpansi bisnisnya. Korporasi mempunyai pertimbangan masing-masing untuk berutang. Sependapat dengan BI, yang berbahaya adalah apabila penghasilan dalam rupiah dan meminjam dalam mata uang asing. Menurut David, tekanan terhadap rupiah akan muncul apabila ekspansi atau usaha yang dilakukan si korporasi tidak berhasil. "Berarti akan ada risiko macet," tuturnya. Kalau korporasi menerbitkan utang sebenarnya justru menambah pasokan valas.Perkiraan David, fundamental rupiah berada pada level 11.500. Di sisi lain, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menekankan upaya pemerintah dan BI agar bisa menciptakan iklim di mana perusahaan bisa meminjam uang dari bank dalam negeri saja.Caranya, buat bunga bank dalam negeri kompetitif dibanding bank-bank luar negeri. Purbaya bilang, bunga bank dalam negeri bisa 10%-12% atau dua kali lipat dibanding bunga bank luar. Kalau hal ini tidak bisa dilakukan tentu akan berbahaya bagi utang swasta yang terus melonjak. Apalagi melihat perusahaan yang akan mencetak utang seperti Telkomsel yang notabene mempunyai pendapatan dalam rupiah dan berutang dalam dolar. "Kalau rupiah stabil tidak jadi masalah. Kalau (rupiah) goncang, utang swasta akan besar dalam rupiah," tukasnya. Alhasil rupiah bisa jadi tertekan apabila terjadi goncangan dengan tidak bisa membayar utang jatuh tempo. Perkiraan Purbaya, rupiah masih berpotensi menguat ke bawah 11.000 hingga akhir Juni. Ini diakibatkan kejelasan hasil pemilu yang sudah terlihat. Sebagai informasi, setidaknya ada tujuh korporsi yang berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau obligasi valas pada tahun ini. Tiga di antaranya direncanakan keluar pada triwulan II 2014. Pertama, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang akan menerbitkan utang senilai US$ 300 juta. Kedua, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan nilai US$ 200 juta. Ketiga, PT Pelindo III (Persero) yang akan menerbitkan US$ 400 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News