Ekonomi 2017 mulus, uang beredar tumbuh tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiada asap tanpa api, tiada uang beredar tanpa berjalannya ekonomi. Bank Indonesia (BI) mencatat, uang kartal yang diedarkan (UYD) terus meningkat hingga akhir 2017. Ini sejalan dengan permintaan atas uang yang meningkat di berbagai daerah.

Pada akhir 2017, UYD tercatat sebesar Rp 694,8 triliun atau meningkat 13,4% dibandingkan posisi UYD akhir tahun 2016 yang sebesar Rp 612,6 triliun. Pertumbuhan UYD akhir tahun 2017 tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Data indikator pengedaran uang BI mencatat, posisi UYD memang terus meningkat per tahunnya. Namun, pada akhir tahun 2016 sendiri UYD hanya tumbuh 4,4% dari posisi UYD pada 2015 yang sebesar Rp 586,7 triliun. Sementara, posisi UYD pada 2015 tumbuh 11% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 528,5 triliun.


Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi mengatakan, seiring dengan perekonomian Indonesia yang terus meningkat, permintaan uang kartal dalam lima tahun terakhir naik dengan rata-rata 10%.

“Uang itu mengikuti kegiatan ekonomi. Kalau transaksi ekonomi di suatu negara tinggi, uangnya meningkat. Kegiatan ekonomi kami catat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pembangunan di berbagai daerah sangat berpengaruh,” kata Suhaedi beberapa waktu lalu.

Suhaedi menerangkan, dengan demikian faktor utama permintaan uang di daerah-daerah adalah ekonominya. “Bila ekonomi di Jawa adalah 58% dari ekonomi nasional, maka proporsi penarikan uang di Jawa sekitar itu pula,” ujarnya.

Selain itu, menurut Suhaedi, khusus pada tahun 2017, permintaan uang juga dipengaruhi oleh minat masyarakat untuk mendapatkan uang emisi baru yang sangat tinggi.

“Setiap kami lakukan kas keliling, orang ingin, tetapi yang dominan tetap kegiatan ekonomi,” ucap dia.

Lebih rinci, uang yang ditarik dari perbankan pada 2017 mencapai Rp 684,9 triliun atau meningkat 12,2% dari tahun sebelumnya. Sedangkan uang yang disetor perbankan ke bank sentral pada tahun 2017 sebesar Rp 603,6 triliun atau naik 3,3% dari tahun sebelumnya.

Untuk tahun ini, BI melihat bahwa permintaan uang akan lebih meningkat lagi dengan banyaknya agenda politik. Diperkirakan, permintaannya akan naik di rentang 10%-12%.

Di samping itu, kegiatan ekonomi juga akan bergerak lebih cepat pada 2018 dibanding 2017. Bank Sentral memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2018 akan berada pada 5,1%-5,5% year on year (yoy).

Asal tahu saja, terdapat tiga faktor yang akan mendorong pertumbuhan uang yang diedarkan, yakni daya pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar rupiah. BI meyakini, ketiga parameter itu akan menunjukkan perbaikan pada 2018. Hal itu ditambah dengan pertumbuhan ekonomi di daerah yang juga meningkat dan mendorong pertumbuhan uang beredar.

Gubernur BI Agus Martowardojo menyampaikan, beberapa tantangan perekonomian tahun depan yang sudah ada di depan mata. Ada tantangan yang berasal dari faktor domestik dan faktor eksternal.

Di antaranya struktur ekspor Indonesia di mana belum meratanya negara tujuan ekspor, ketergantungan pada impor jasa, pembiayaan dari dalam negeri yang belum optimal dan potensi risiko dari berkembangnya tren ekonomi digital. Sedangkan dari faktor eksternal yaitu kebijakan pengetatan moneter di beberapa negara, kondisi geopolitik, pemulihan ekonomi dunia yang belum mantap. Risiko lain adalah tren penguatan harga minyak dunia yang cenderung menguat dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Efek nontunai

Meski bertumbuh dan menandakan kegiatan ekonomi yang ramai, tingginya pertumbuhan uang kartal menimbulkan tanda tanya atas penetrasi pembayaran nontunai di masyarakat.

Atas hal ini, BI mencatat bahwa pembayaran nontunai memang belum menggerus secara signifikan cara pembayaran tunai, kecuali pembayaran dengan uang logam. Suhaedi memaparkan, penggunaan kartu di sarana transportasi mengurangi permintaan uang logam secara signifikan. “Turunnya cukup besar terutama di DKI Jakarta dan Pulau Jawa, tapi secara keseluruhan, kartal dan logam meningkat 13,4%,” ujarnya.

Posisi UYD Per Akhir Tahun

2017: Rp 694,8 triliun 2016: Rp 603,6 triliun 2015: Rp 586,7 triliun 2014: Rp 528,5 triliun 2013: Rp 500,0 triliun 2012: Rp 439,7 triliun 2011: Rp 372,9 triliun 2010: Rp 318,5 triliun 2009: Rp 279,0 triliun 2008: Rp 264,3 triliun 2007: Rp 220,7 triliun 2006: Rp 178,5 triliun 2005: Rp 144,8 triliun

(Sumber: Indikator pengedaran uang BI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati