Ekonomi Arab Saudi Tumbuh 11,8% di Kuartal II-2022



KONTAN.CO.ID - RIYADH. Ekonomi Arab Saudi terus menggeliat setelah melakukan pelonggaran pembatasan tempat hiburan, memperbolehkan wanita bekerja dan harga minyak mentah yang tinggi.

Akibat kondisi tersebut, lebih dari 300 apartemen di kompleks baru Riyadh Almajdiah Residence terjual hanya dalam sebulan secara tunai, tanpa pengembang  harus beriklan.

Pasar properti di kawasan tersebut semakin memanas akibat lonjakan harga minyak yang juga menopang ekonomi Arab Saudi.


Tetapi CEO Almajdiah, Abdulsalam Almajed, mengatakan, perebutan rumah senilai 1 juta riyal atau setara S$370.700 juga mencerminkan hal lain. Ia menilai ada perubahan sosial dan ekonomi yang membentuk kembali kerajaan, dipercepat oleh program perombakan yang dilakukan Putra Mahkota.

"Ada perubahan dalam pola pikir. Hari ini ada kreativitas yang indah dalam desain Saudi," kata Almajed, yang mengepalai pengembang milik keluarga kerajaan, dikutip dari Bloomberg, Senin (22/8).

Baca Juga: Kedutaan UEA di Iran Akan Kembali Beroperasi Setelah Enam Tahun Ditutup

Sebab, beberapa orang Saudi menganut gaya hidup yang lebih terbuka karena mendapat pelayanan dari perusahaan mereka bekerja.

Sementara penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, memiliki kekuasaan terpusat dan meningkatkan represi politik sejak diangkat oleh ayahnya, Raja Salman pada tahun 2015.

Ia juga telah melonggarkan pembatasan hiburan dan bagaimana pria dan wanita dapat berbaur, dan sedang mencoba untuk mengekang ketergantungan Arab Saudi pada minyak.

10 Tahun lalu, banyak pemilik properti bahkan tidak mau menyewakan tempatnya kepada wanita. Sehingga membutuhkan persetujuan wali pria untuk banyak keputusan hidup.

Saat ini, wanita memasuki pasar tenaga kerja dalam jumlah yang lebih besar, dan 30% pembeli properti Almajdiah adalah wanita. Mereka bisa memiliki properti atau rumah sebagai investasi sendiri.

Hal ini membantu mengangkat ekonomi yang diubah oleh pasar energi. Karena sebagian besar dunia resah tentang inflasi spiral yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina dan potensi resesi.

Rata-rata minyak lebih dari US$ 100 per barel tahun ini berarti bahwa ekonomi Arab Saudi adalah yang tumbuh paling cepat di G20.

Asal tahu saja, produk domestik bruto (PDB) Arab Saudi tumbuh 11,8% pada kuartal II-2022, ketika ekonomi non-minyak tumbuh 5,4% dan sekarang lebih besar dari pada akhir 2019, bahkan sebelum pandemi melanda.

Perusahaan energi milik negara, Saudi Aramco, telah melaporkan laba penyesuaian kuartalan terbesar dari setiap perusahaan yang terdaftar secara global.

Miliaran dolar mengalir ke kas Saudi dan meningkatkan investasi negara. Hal ini meningkatkan sentimen di sektor swasta yang bergantung pada kontrak pemerintah.

Pengeluaran modal melonjak 64% tahunan pada April hingga Juni, ketika kerajaan memulai pembangunan gedung termasuk mal dan taman serta rencana pembangunan kota baru dan pengembangan pariwisata mewah di Laut Merah.

Pengeluaran keseluruhan 16% lebih tinggi, meskipun anggaran awal tahun ini diperkirakan akan turun.

Baca Juga: Di Tengah Sanksi Barat, Rusia Jadi Pemasok Utama Minyak ke China

Biasanya, saat musim panas kalangan elit Saudi pergi ke Eropa. Tapi kini, mereka lebih banyak mengunjungi restoran kelas atas terbaru yang berada di Riyadh, dan membuatnya penuh sesak.

Di Coya, jaringan restoran Amerika Latin, tempat makan malam paling populer juga sudah dipesan untuk sebulan ke depan.

Gabungan penarikan tunai dan transaksi point ofsale (POS), indikator aktivitas konsumen, telah bangkit kembali, meningkat 9% tahunan di bulan Juni setelah rekor tertinggi di bulan Maret.

Inflasi bulan lalu sebesar 2,7%, sekitar sepertiga dari tingkat di Amerika Serikat atau zona euro.

Kementerian Keuangan sedang mencoba untuk menghentikan kebiasaan konsumsi minyak, mengalirkan stimulus melalui dana negara dan ke dalam proyek-proyek jangka panjang seperti manufaktur kendaraan listrik dan pariwisata.

Ekonomi diperkirakan tumbuh 7,6% pada tahun ini, tetap ekonomi Arab Saudi diproyeksi hanya tumbuh 2,5di tahun 2024, menurut survei ekonom Bloomberg.

Harga minyak mentah sekarang berada di kisaran US$ 90 per barel. Harga minyak mentah acuan yang cenderung melemah ini terjadi karena kekhawatiran global atas penurunan ekonomi dan potensi pasokan lebih banyak dari Iran.

"Jika ada jatuhnya lagi harga minyak, akan ada lagi perlambatan aktivitas. Tetapi sejumlah faktor positif datang bersama-sama pada saat ini," Kata Kepala Ekonom Monica Malik di Abu Dhabi Commercial Bank.

Editor: Anna Suci Perwitasari