Ekonomi AS diramal tertekan penurunan ekspor



WASHINGTON. Pertumbuhan ekonomi AS diprediksi akan melambat di kuartal IV 2017. Penyebabnya, penurunan pengiriman kedelai menggerus tingkat ekspor Negeri Paman Sam itu. Namun pertumbuhan yang positif pada anggaran belanja konsumen dan kenaikan investasi bisnis bisa mendorong momentum perekonomian AS.

Berdasarkan hasil survei Reuters terhadap sejumlah ekonom, tingkat Produk Domestik Bruto AS diprediksi akan naik 2,2% (yoy) setelah melaju 3,5% di kuartal III. Pemerintah AS akan merilis estimasi pertama PDB kuartal IV pada Jumat (27/1) pukul 8.30 waktu setempat.

"Perdagangan merupakan faktor pendorong terbesar di kuartal tiga. Dan hal ini akan berbalik arah," jelas Gus Faucher, senior economist PNC Financial Services Group di Pittsburg.


Dia menambahkan, anggaran belanja konsumen, investasi bisnis, dan perumahan akan mendorong pertumbuhan. "Sehingga, kita masih akan melihat perbaikan yang solid di kuartal empat," tambahnya.

Namun, data PDB kuartal empat dapat mengejutkan setelah data yang dirilis Kamis kemarin menunjukkan adanya defisit perdagangan barang pada Desember dan kenaikan di cadangan barang.

Federal Reserve Atlanta memprediksi ekonomi AS akan tumbuh 2,9% di kuartal empat.

Para ekonom mengestimasi, perdagangan AS bisa menyusut sebesar 1,5% dari pertumbuhan PDB pada kuartal lalu. Berbalik arah dari kuartal III di mana perdagangan berkontribusi 0,85% terhadap PDB.

Mayoritas penurunan ini diprediksi berasal dari ekspor kedelai yang merosot.

Kendati demikian, dengan kondisi pasar tenaga kerja yang kian mendekati full employment, outlook perekonomian AS terbilang cerah. Pertumbuhan tahun ini juga bisa terkerek oleh kebijakan Presiden Donald Trump yang mendongkrak anggaran belanja infrastruktur, pemangkasan pajak, dan memangkas peraturan yang memberatkan.

Di sisi lain, "Masih ada ketidakpastian yang besar terkait detail kebijakan, khususnya mengenai kebijakan perdagangan. Dikatakan, risiko terhadap outlook pertumbuhan ekonomi AS bisa melonjak," jelas Sam Bullard, senior economist Wells Fargo Securities di Charlotte, North Carolina.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie