Ekonomi berat



Roda perekonomian dalam negeri bakal semakin berat berputar. Memasuki paruh kedua tahun ini, laju pertumbuhan ekonomi tertahan sejumlah faktor eksternal. Terutama, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) dan perang dagang AS–China.

Padahal di paro pertama, ekonomi nasional punya peluang tumbuh hingga 5,2%. Faktor musiman bulan puasa dan Lebaran jadi salah satu pendorong pertumbuhan. Kinerja ekspor juga meningkat 10,03% jadi US$ 88,02 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu.

Begitu juga dengan impor yang melonjak 23,1% menjadi US$ 89,04. Memang, lonjakan impor ini membuat neraca perdagangan negara kita minus di semester I 2018. Tapi, lonjakan impor juga berarti daya beli masyarakat menguat.


Hanya, pelemahan rupiah mengadang laju pertumbuhan ekonomi. Nilai tukar mata uang garuda sempat bercokol di Rp 14.520 pada Jumat (20/7) pekan lalu, posisi terlemah sepanjang tahun ini.

Sejatinya, rupiah yang melemah dalam ini bisa menggairahkan ekspor kita. Tapi, perang dagang AS–China berpotensi besar menekan ekspor Indonesia. Negeri uak Sam merupakan salah satu negara utama tujuan ekspor kita. Tambah lagi, AS juga akan mengevaluasi barang-barang impor dari negara kita.

Celakanya, pelemahan rupiah dan perang dagang juga mengancam investasi di dalam negeri. Belum-belum, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah melempar handuk, pesimistis target investasi tahun ini bisa tercapai.

Semula BKPM menargetkan nilai penanaman modal di 2018 total mencapai Rp 765 triliun. Cuma, pasca pelemahan rupiah dan perang dagang, mereka tak yakin target itu terwujud. Salah satu indikasinya, permohonan izin investasi ke BKPM yang menurun, khususnya untuk penanaman modal asing.

Konsumsi rumahtangga yang jadi bahan bakar utama pertumbuhan pun tertekan. Harga bahan pangan yang selama bulan puasa dan Lebaran relatif terkendali mulai bergerak liar. Harga telur dan daging ayam ras naik gila-gilaan. Meski pemerintah sudah melakukan operasi pasar, harganya tak turun banyak.

Ekonomi tampaknya benar-benar berat. Sebab, fokus pemerintah bakal terpecah. Awal Agustus nanti, pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden dibuka. Maklum, Joko Widodo sudah memutuskan maju dalam Pemilihan Presiden 2019. Kondisi politik pun akan semakin memanas.•

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi