Ekonomi China menyeret perak



JAKARTA. Harga perak terseret oleh data ekonomi China yang menunjukkan kekhawatiran permintaan logam akan terus menurun. Pergerakan harga perak semakin tertekan menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) lantaran pelaku pasar fokus menunggu keputusan suku bunga The Fed serta pengumuman yang akan disampaikan dalam FOMC.

Mengutip Bloomberg, Selasa (15/9) pukul 12.36 WIB, harga perak kontrak pengiriman Desember 2015 di bursa Commodity Exchange turun tipis ke US$ 14,36 per ons troi dibanding sehari sebelumnya di US$ 14,30 per ons troi. Selama sepekan, harga perak turun 2,6%.

Turunnya harga perak menyusul kekhawatiran berkurangnya permintaan akibat perlambatan ekonomi China. Pasalnya, data China yang dirilis hari Minggu lalu menunjukkan hasil negatif.


Lihat saja, data produksi industri China per Agustus 2015 hanya naik 6,1% year on year (yoy) dibawah perkiraan analis sebesar 6,3%. Sementara kenaikan investasi China dalam delapan bulan pertama tahun ini sebesar 10,9% merupakan yang terendah dalam 15 tahun.

Phil Streible, senior market strategist pada RJO Futures di Chicago mengatakan, saat ini semua mengkhawatirkan permintaan. "Dengan menurunnya pasokan, permintaan bahkan turun lebih besar sehingga menyeret harga, dan itulah yang terlihat saat ini," ujarnya, seperti dikutip Bloomberg.

Faisyal, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, memburuknya ekonomi global memang telah menahan kenaikan harga komoditas logam, di antaranya emas dan perak. Di samping itu, pergerakan harga perak semakin tertekan oleh pertemuan The Fed akhir pekan ini.

Jika The Fed akhirnya menahan suku bunga, Faisyal menduga harga perak akan tetap tertekan mengingat lemahnya permintaan global. "Kalau suku bunga The Fed naik, tentu otomatis perak turun lebih dalam," paparnya.

Harga akan bergerak dalam tren melemah selama belum ada perbaikan ekonomi global, terutama China sebagai salah satu konsumen perak terbesar. Sedangkan stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah negeri tirai bambu hingga saat ini tak banyak memberi dampak pada perekonomian China.

Padahal, cadangan devisa China sudah terpangkas sebesar US$ 93,9 miliar pada bulan Agustus 2015 sehingga menjadi US$ 3,58 triliun. Itu artinya, pemerintah China telah menggelontorkan dana cukup besar untuk menahan keluarnya dana asing.

Faisyal mengatakan, pergerakan harga perak berbeda dengan emas yang dapat rebound di kala saham anjlok. "Perak bukan safe haven seperti emas sehingga pergerakannya hanya tergantung permintaan dan nilai tukar dollar AS," imbuhnya.

Sebenarnya, data-data ekonomi AS selama sepekan lalu cukup beragam. Hal tersebut seharusnya dapat mengangkat harga perak. Namun, dollar AS terus menguat menjelang rapat FOMC meski tidak semua data ekonomi positif. "Pasar tidak berani mengambil tindakan dan lebih fokus menunggu pengumuman FOMC," lanjut Faisyal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto