KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia sudah hampir dipastikan memasuki resesi, setelah Produk DomestiK Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -5,3%. Pertumbuhan ekoomi Indonesia diproyeksikan masih terkontraksi pada kuartal III 2020 di level sekitar -3,0%. Department Head of Macroeconomicand Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, mengatakan secara definisi teknis, ekonomi Indonesia akan memasuki resesi. Hal itu dikatakan Dian dalam webinar bertema Resesi Ekonomi: Tantangan dan Strategi bagi dunia usaha, yang diselenggarakan Konsultanku bekerjasama dengan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI).
Upaya pemulihan ekonomi
Adapun Pemerintah telah meluncurkan paket stimulus dengan nilai sebesar Rp. 695.2 Triliun. Menurut Dian, paket stimulus tersebut merupakan paket stimulus terbesar yang pernah diluncurkan oleh pemerintah. Namun, Oskar Vitriano, Akademisi dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia berpendapat bahwa melihat dari negara-negara tetangga, besaran stimulus yang telah diluncurkan pemerintah masih tergolong kecil. “Paket stimulus PEN yang berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 2020 itu baru sekitar 4% dari PDB. “Ini masih bisa diekspansi lagi.” jelas Oksar. Menurut Oskar dengan penduduk yang lebih besar dari negara-negara lain di ASEAN, sudah semestinya pemerintah mengekspansi paket stimulus lebih besar, seperti Singapura dengan besaran paket stimulus sekitar 19% dari PDB dan Malaysia 6% dari PDB. Adapun sumber pendanaan untuk stimulus tersebut, Oskar berpendapat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan cara Bank Sentral membeli surat hutang negara dan disalurkan kepada perbankan untuk dapat dijadikan program-program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ajib Hamdani, seorang pengusaha muda nasional yang juga merupakan Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI mengungkapkan bahwa kita harus menjaga optimisme terhadap pemulihan ekonomi karena merujuk data yang dirilis oleh Morgan Stanley menyatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami pemulihan ekonomi nomor dua tercepat di dunia setelah Tiongkok. Menurut Dian, salah satu faktor penentu arah pemulihan ekonomi adala kesuksesan seluruh pihak dalam menjaga jumlah kasus harian dan meningkatkan tingkat.
Baca Juga: Simak cara hemat pengeluaran di tengah ancaman resesi ekonomi di Indonesia kesembuhan dengan menerapkan protokol kesehatan dan kesuksesan program vaksinasi. “Vaksin dapat mengubah kurva menjadi flattening dan bisa jadi game changer." jelas Dian.
Dukungan untuk UKM
Mikail Jaman, Founder & CEO Konsultanku, menyatakan bahwa UKM berkontribusi 60.8% dari perekonomian nasional sehingga UKM sangat penting untuk berjalan dalam rangka pemulihan ekonomi. Tak hanya itu, UKM juga memiliki peranan besar dalam penyerapan tenaga kerja nasional. “UKM menyerap 97% tenaga kerja nasional dan merupakan 99.9% dari seluruh unit usaha”, jelas Danang Firdaus, Co-Founder & COO Konsultanku. Namun, dukungan pemerintah bagi sektor UKM nampaknya masih belum optimal di mata para pengusaha. Dita Ayu Wulandari, womenpreneur Founder Royal Travel Dubai menyampaikan bahwa menurutnya pemerintah belum optimal dalam meluncurkan kebijakan pemulihan ekonomi bagi sektor UKM sehingga upaya recovery ekonomi belum maksimal. Yuszak Yahya, Founder & CEO Serasa Food juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi insentif pemerintah. “Jujur saja, walaupun sampai saat ini banyak berita-berita tentang insentif, saya belum tahu cara mendapatkannya”, ujar Yuszak.
Baca Juga: Kuartal III, tingkat sewa kantor di Singapura mengalami penurunan terdalam 11 tahun Ajib Hamdani menuturkan bahwa pemerintah telah meluncurkan banyak insentif, namun perlu adanya partisipasi masyarakat luas untuk memanfaatkannya. Pemerintah telah mengucurkan dana KUR sebesar Rp 190 Triliun walaupun masih banyak UKM yang belum mengetahui kebijakan ini.
Selain perbankan, ada dana Badan Layanan Umum (BLU) yang lekat dengan kementerian teknis. Berkaitan dengan dana BLU, agar dapat terserap di masyarakat dengan baik pemerintah harus aktif mengkaji dan memonitoring. “Jangan sampai pemerintah sudah salurkan tapi tidak mengalir ke masyarakat, malah mengalir ke konglomerasi besar atau mengendap di bank”, ujar Ajib. Klaster UMKM pada UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR diharapkan dapat membantu menciptakan ekosistem bisnis yang lebih baik. “Kalau dalam klaster UMKM, HIPMI mendukung” ujar Ajib. Menurutnya, klaster UMKM pada omnibus law akan mempermudah dan menyederhanakan proses perizinan usaha, memberikan akses yang lebih baik terhadap kemitraan-kemitraan dan kerjasama dengan industri, dukungan UMKM dalam mengakses pembiayaan, permodalan dan hak kekayaan intelektual.
Editor: Noverius Laoli