Ekonomi digital tumbuh, BI ingatkan risiko shadow banking imbas pergeseran pembayaran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melihat fintech telah membidik peluang transaksi ekonomi digital. Kendati demikian, BI mengatakan terdapat tantangan dan risiko saat pertumbuhan ekonomi digital. Risiko shadow banking bisa meningkat saat terjadinya pergeseran penggunakan sistem pembayaran dari perbankan ke fintech.

Berdasarkan data empat e-commerce yang dipaparkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, per September 2020, total nominal transaksi di empat e-commerce itu mencapai Rp 22,05 triliun. Nilai itu tumbuh 13,3% year on year (yoy) dari periode yang sama tahun lalu Rp 19,46 triliun.

“Pertumbuhan e-commerce masih tercatat cukup tinggi, dari sisi volume transaksi meningkat 79,38% yoy. Artinya, pemenuhan kebutuhan masyarakat masih bisa dilakukan secara digital. Juga terjadi pergeseran dari yang diinginkan menjadi yang dibutuhkan,” ujar Sugeng dalam diskusi virtual, Senin (9/11).


Adapun volume transaksi keempat e-commerce pada kuartal ketiga 2020 sebanyak 150,16 juta. Sedangkan di sembilan bulan pertama 2019 sebanyak 83,71 juta transaksi.

Baca Juga: Jelang tutup tahun 2020, KoinWorks optimistis bakal cetak profit

Sugeng menambahkan, big data BI menunjukkan masyarakat banyak memberi peralatan rumah tangga dan kantor. Begitupun untuk keperluan personal dan kosmetik. Begitupun untuk kebutuhan olah raga juga banyak diminati oleh masyarakat.

Sistem pembayaran pun mulai beralih dari sistem perbankan ke sistem pembayaran non bank seperti fintech.

“Pada akhir 2015, sistem pembayaran masih didominasi oleh perbankan. Namun pada akhir 2019, peranan non bank sudah mulai muncul. Jadi perkembangannya luar biasa. Di sisi lain, perbankan di Indonesia tertinggal dalam melakukan digitalisasi,” papar Sugeng, Senin (9/11).

Hal ini tercermin dari survei BI pada awal 2019, perbankan lebih fokus pada kanal elektronik seperti ATM dan EDC. Namun Ia mengakui saat ini perbankan mulai sadar tren digital sehingga telah melakukan perkuat digital seperti layanan digital banking.

Lalu terdapat pergeseran risiko perhatian kepada risiko siber, proteksi data, tindak pidana pencucian uang, dan risiko operasional semakin menguat. Dampak berikut yang menjadi perhatian otoritas terkait perlindungan pada produk lokal.

“Masih banyak borderless, sehingga kita antisipasi tentang banjir produk impor. Maupun banyaknya penggunaan digital payments asing di wilayah NKRI,” tutur Sugeng. 

Selanjutnya: LinkAja pilih tidak agresif bidik transaksi 11.11 ecommerce

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi