KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Poin-poin dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) menjadi sorotan berbagai kalangan termasuk ekonom senior Faisal Basri. Dalam Video Conference, Faisal mengatakan opsi perpanjangan kontrak dalam RUU Minerba berpotensi memberi kesempatan bagi pemegang Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (KK/PKP2B). Perpanjangan kontrak yang sebelumnya dapat dilakukan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 6 tahun sebelum berakhirnya masa kontrak berubah ketentuannya dalam Pasal 169 b.
Baca Juga: Perpanjangan izin tambang jadi poin krusial pembahasan RUU cipta kerja sektor minerba "Pasal 169 b seluruh wilayah yang disetujui menteri menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) operasi produksi (WIUPK OP). Lalu untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) OP sebagai kelanjutan operasi pemegang KK dan PKP2B harus mengajukan permohonan pada menteri paling cepat dalam waktu lima tahun dan lambat satu tahun. (Ini) untuk menghindari pergantian rezim," ujar Faisal, Rabu (15/4). Faisal melanjutkan, pasal ini bak karpet merah bagi perusahaan batubara jumbo. Selain itu, langkah ini dinilai sebagai upaya perusahaan batubara demi menjaga investasi yang mereka miliki. Faisal menambahkan, sebanyak 6 perusahaan pemegang kontrak KK/PKP2B memegang hampir 70% produksi nasional. Kendati demikian, ia memastikan pemanfaatan batubara untuk kepentingan nasional justru tergolong minim. "Negara lain cenderung menggunakan sendiri batubaranya karena relatif murah. Indonesia yang murah dijual, yang mahal dibeli," jelas Faisal. Menurutnya, berdasarkan data yang ada, besaran
reserve to production batubara Indonesia akan habis dalam waktu 67 tahun mendatang. Sementara itu, produksi yang semakin meningkat rupanya tidak dibarengi dengan tingkat konsumsi. Menurutnya, orientasi produksi untuk kebutuhan ekspor membuat selisih produksi dan konsumsi semakin melebar.
Selain itu, Faisal juga menyoroti Pasal 83 dalam RUU Minerba yang memungkinkan IUPK OP batubara yang terintegrasi dengan kegiatan pengembangan atau pemanfaatan batubara untuk mendapatkan jaminan 30 tahun dan perpanjangan setiap 10 tahun. "Jadi mayoritas PKP2B kita untuk eskpor, 10% untuk pembangkit dan mereka dapat perpanjangan 30 tahun. Yang rugi adalah negara, karena yang dia (PKP2B) dapat dari ekspor itu larinya ke kantong dia," tandas Faisal.
Baca Juga: Polemik Perpanjangan Izin Tambang Batubara Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat