Ekonomi global dan dollar AS membebani rupiah pekan ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan ekonomi global memberikan dampak yang cukup signifikan bagi aset berisiko, tak terkecuali rupiah. Di sisi lain indeks dollar Amerika Serikat (AS) pekan ini unjuk gigi setelah obligasi AS membuat permintaan terhadap dollar AS meningkat.

Mengutip Bloomberg, Jumat (29/3) rupiah ditutup stagnan dibanding sehari sebelumnya di level Rp 14.243 per dollar AS. Dalam sepekan, rupiah melemah 0,56% dibanding akhir pekan lalu yang ada di US$ 14.163 per dollar AS.

Sementara dalam kurs tengah bank Indonesia mata uang Garuda hari ini terdepresiasi 0,07% menjadi Rp 14.244 per dollar AS. Sementara dalam sepekan rupiah melemah 0,61% dibandingkan pekan sebelumnya di level Rp 14.157 per dollar AS.


Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan perlambatan ekonomi global terbebani oleh spekulasi European Central Bank (ECB) yang akan memperkenalkan suku bunga deposito berjenjang, memberikan tanda bahwa pembuat kebijakan berencana untuk mempertahankan suku bunga rendah lebih lama.

Dollar AS masih bisa melanjutkan penguatan akibat tingginya minat dalam lelang obligasi pemerintah AS. Hari ini, pemerintah AS menggelar lelang untuk tiga seri obligasi yaitu tenor satu bulan, dua bulan, dan tujuh tahun.

Untuk tenor satu bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor dua bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor tujuh tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miliar.

“Derasnya aliran modal yang masuk di pasar obligasi menyebabkan dolar AS menguat, selain itu, arus modal di pasar obligasi juga membuat yield bergerak turun,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (29/3).

Akan tetapi, penurunan yield ini menjadi dilematis, karena membuat inversi untuk obligasi pemerintah AS tenor tiga bulan dan 10 tahun semakin parah. Bahkan yield obligasi 10 tahun sudah di bawah 2,4%.

Ibrahim menilai risiko resesi di AS ternyata masih menggelayuti benak investor, belum bisa sepenuhnya move on. Ancaman resesi kemudian membuat pelaku pasar tidak mau jauh-jauh dari dollar AS. “Ini tentu membuat nasib rupiah menjadi di ujung tanduk, rupiah stagnan hari ini, kemungkinan pelemahan berlanjut selama tiga hari beruntun,” tutur Ibrahim.

Di sisi lain,perang dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh melemahkan dollar AS. Setelah perundingan yang semakin positif, yang kurang tinggal pertemuan Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping untuk menandatangani perjanjian perdamaian dagang. Awalnya pertemuan tersebut dijadwalkan pada akhir Maret, tetapi kabar terakhir menyebutkan ada penundaan sampai Juni.

Tetapi, ia meramal dalam perdagangan pekan depan rupiah kemungkinan akan menguat karena masih disokong dari sentimen positif perang dagang AS-China. Rupiah pada pekan depan diproyeksi berada di level Rp 14.190-Rp 14.260 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi