KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati dinamika ekonomi global dan perkembangan geopolitik yang penuh ketidakpastian. Sejauh ini, indikator perekonomian dan kinerja sektor jasa keuangan dalam kerangka stabilitas sistem keuangan masih terjaga dengan baik. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo menyampaikan, sampai dengan Mei 2022, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan terus meningkat untuk terus berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah meningkatnya vulnerability ekonomi global. "Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Rabu (29/6) ini menyebutkan fungsi intermediasi perbankan pada Mei 2022 tercatat meningkat, dengan kredit tumbuh 9,03% yoy didorong peningkatan pada kredit UMKM dan ritel," terang Anto dalam siaran pers, Rabu (29/6).
Mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan dengan kenaikan terbesar pada sektor manufaktur sebesar 12,4% mtm dan sektor perdagangan 12,1% mtm. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) pada Mei 2022 mencatatkan pertumbuhan 9,93% yoy, didorong oleh kenaikan giro.
Baca Juga: Perbankan Kecil Berebut Gelar Rights Issue di Semester II, Ini Alasannya Di sektor industri keuangan non bank (IKNB), penghimpunan premi sektor asuransi meningkat dengan penghimpunan premi asuransi jiwa bertambah Rp 9,4 triliun, serta asuransi umum bertambah Rp 13,1 triliun. Selain itu, fintech peer to peer (P2P) lending pada Mei 2022 mencatatkan pertumbuhan outstanding pembiayaan tumbuh 84,7% yoy, meningkat Rp 1,49 triliun, dengan pembiayaan hingga Mei 2022 menjadi Rp 40 triliun. Sementara itu, piutang perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh 4,5% yoy pada Mei 2022 menjadi Rp 379 triliun. "RDKB juga mencatat perekonomian global masih menghadapi tingkat inflasi yang persisten tinggi karena tekanan global supply chain akibat konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok," tambah Anto. Menurut Anto, tingginya inflasi global tersebut telah mendorong bank sentral utama dunia untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga pasar keuangan global kembali bergejolak. Dengan latar belakang tersebut, pertumbuhan perekonomian global 2022 diperkirakan akan melambat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kendati demikian, indikator perekonomian domestik masih menunjukkan perbaikan yang terus berlanjut meski laju perbaikannya mulai terpengaruh perkembangan perekonomian global. Inflasi di bulan Mei 2022 masih terjaga dalam rentang target Bank Indonesia (BI), namun terus berada dalam tren meningkat seiring kenaikan harga pangan dan transportasi. PMI manufaktur juga masih berada dalam zona ekspansi meski dalam tren menurun dalam sembilan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku.
Baca Juga: Perusahaan Pembiayaan Masih Menjadi Incaran Investor Asing Di sisi lain, sektor eksternal juga masih mencatatkan kinerja positif yang ditunjukkan dengan berlanjutnya surplus neraca perdagangan serta cadangan devisa yang terjaga, namun pertumbuhan impor mulai lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor seiring kenaikan permintaan domestik. Di tengah perkembangan tersebut, pasar saham Indonesia terpantau terkoreksi. Terkoreksinya pasar saham Indonesia seiring dengan capital outflow di mayoritas negara berkembang sebagai bentuk risk off investor merespons peningkatan suku bunga acuan The Fed 75 bps pada Juni 2022. Hingga 24 Juni 2022, IHSG tercatat melemah 1,5% mtd ke level 7.043 dengan non residen mencatatkan outflow Rp 3,59 triliun. Sementara di pasar SBN, non residen mencatatkan outflow Rp 12,4 triliun sehingga mendorong rerata yield SBN naik 5,2 bps mtd pada seluruh tenor. Penghimpunan dana di pasar modal hingga 28 Juni 2022 tercatat Rp102,9 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 22 emiten. Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2022 juga terlihat masih terjaga dengan rasio NPL net perbankan tercatat 0,85% (NPL gross: 3,04%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan tercatat 2,8%. Selain itu, nilai restrukturisasi kredit Covid-19 semakin mengecil hingga Mei 2022 tercatat Rp 596,25 triliun dari posisi bulan April 2022 yang sebesar Rp 606,39 triliun. "Jumlah debitur restru Covid juga menurun dari 3,26 juta debitur pada April 2022 menjadi 3,13 juta debitur pada Mei 2022. Sementara itu, Posisi Devisa Neto (PDN) Mei 2022 tercatat 1,47% atau berada jauh di bawah threshold 20%," ujar Anto. Sementara likuiditas industri perbankan pada Mei 2022 masih berada pada level yang memadai. Hal tersebut terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing 137,14% dan 30,80%, terjaga di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50% dan 10%. Dari sisi permodalan, lembaga jasa keuangan juga mencatatkan permodalan yang semakin membaik. Industri perbankan mencatatkan peningkatan CAR menjadi 24,74%.
Sementara itu, industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan RBC yang terjaga 489,15%dan 322,36%, jauh di atas threshold 120%. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat 1,97 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali. "Ke depan, OJK terus memperkuat kerja pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dan senantiasa berkoordinasi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal," kata Anto.
Baca Juga: OJK Berencana Batasi Super Lender di Fintech Lending, Ini Tanggapan Pelaku Industri Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat