Ekonomi global lesu, pajak pertambangan anjlok



JAKARTA. Ekonomi global yang sedang lesu menjadi momok bagi pendapatan negara, terutama pajak. Lihat saja sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang paling terpukul akibat harga komoditas dunia yang menurun drastis. Berdasarkan data penerimaan pajak hingga 6 Desember 2013, sektor pertambangan dan penggalian turun 17,98% menjadi Rp 47,80 triliun.

Sebelumnya, di periode yang sama tahun lalu, penerimaan di sektor usaha ini mencapai Rp 58,28 triliun. Jika ditotal, penerimaan pajak hingga 6 Desember 2013, baru mencapai Rp 814,79 triliun. Jumlah ini setara dengan 81,87% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 sebesar Rp 995,21 triliun. Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan tren harga komoditas dunia yang turun menjadi faktor penurunan penerimaan dari sektor pertambangan dan penggalian.

Misalnya, harga batu bara. Chandra menjelaskan, harga batu bara pada Januari 2013 sebesar US$ 80 per ton. Kemudian di Oktober 2013 turun drastis menjadi sekitar US$ 70 per ton.


Harga batu bara pada awal tahun itu pun sudah merosot drastis. "Dulu di awal tahun 2012 harga batu bara itu US$ 110 per ton," ujar Chandra kepada KONTAN, Kamis (12/12). Pertambangan yang terkena dampak ekonomi global ini adalah pertambangan skala besar. Alhasil, perusahaan-perusahaan tambang berskala besar juga turun keuntungannya. Hal ini berdampak langsung terhadap penerimaan pajak dalam negeri. Karena itu, ke depannya, Ditjen Pajak akan fokus mengejar pertambangan skala menengah dan kecil. Ditjen Pajak tidak bisa bertopang ke wajib pajak (WP) tertentu yang sangat bergantung pada ekspor dan ekonomi global. Apalagi, pertambangan skala menengah dan kecil ini banyak yang belum bayar pajak. Chandra menjelaskan, pertambangan skala menengah banyak bergerak di sektor perdagangan eceran atau ritel. "Potensi di sini harus digali," tandasnya. Ekonom dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai, pajak sektor usaha pertambangan dan penggalian yang turun drastis, memang akibat lesunya ekonomi global. Dia membenarkan, sektor pertambangan dan penggalian yang terganggu dengan gejolak ekonomi global adalah pertambangan skala besar.

Pasalnya, kata dia, rata-rata pertambangan di skala ini yang mendominasi ekspor. Dan, hanya pertambangan skala ini yang disentuh oleh Ditjen Pajak.

"Menengah ke bawah harus dilirik juga," tukas Ronny. Ronny berharap, jangan hanya sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) saja yang disentuh melalui pajak 1% dari omzet yang tidak lebih dari RP 4,8 miliar per tahun. Sektor barang dan jasa pun perlu digali. Karena itu, seluruh kantor wilayah yang berada di daerah harus jeli dan semakin ditingkatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan