Ekonomi global melambat, RI harus alihkan ekspor



JAKARTA. Nasib perekonomian global pada periode mendatang semakin suram bagi Indonesia. Setelah ekonomi China melambat, kini giliran Jepang yang mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa semakin tertekan karena selama ini Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar ketiga, setelah China dan Amerika Serikat (AS).

Data terbaru Jepang menyatakan, ekonomi pada periode Juli-September 2014 tumbuh negatif atau minus -1,6%. Kuartal sebelumnya, mereka juga tumbuh -7,3%.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan BI sudah memperhitungkan pelambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Jepang. Jepang dan Eropa masih mengalami resesi, sementara China mengalami pelambatan ekonomi.


Maka dari itu, BI menurunkan pertumbuhan ekonomi global dari 3,8% menjadi 3,6% pada tahun depan. Menurut Perry, cara yang harus dilakukan untuk mengantisipasi resesi Jepang dan pelambatan ekonomi global adalah mengalihkan tujuan ekspor.

Tujuan eskpor harus dialihkan ke AS karena ekonomi negeri adikuasa itu sedang mengalami perbaikan. Karena itu ekspor manufaktur Indonesia perlu diperkuat. "Selain Amerika, India juga. Ekonomi India terus membaik. Tahun ini diperkirakan 6,4%," ujar Perry, Senin (17/11).

BI memperhitungkan pertumbuhan ekspor RI tahun depan bisa tumbuh 4%. Meskipun harga komoditas turun, namun perbaikan ekonomi Amerika Serikat bisa mendongkrak ekspor Indonesia.

Investasi longgar

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, bilang, resesi ekonomi di Jepang tetap memberi keuntungan bagi Indonesia. "Paling tidak, mereka masih menjalankan moneter longgar," ujar Bambang.

Kebijakan itu memberi sisi positif bagi sektor investasi di Indonesia. Arus modal dari Jepang diperkirakan akan terus mengalir ke Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, Jepang selalu masuk lima besar dalam berinvestasi di Indonesia. Bahkan, tahun 2013, investasi Jepang adalah terbesar, US$ 4,7 miliar.

Sedangkan dari sisi ekspor, Bambang mengakui, akan terpengaruh. "Tapi tak signifikan, karena ekspor ke Jepang didominasi oleh sektor energi dan sumber daya alam, bukan hasil industri manufaktur, sehingga permintaan tetap tinggi," jelas Bambang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total ekspor ke Jepang pada Januari-Agustus 2014 mencapai US$ 13,81 miliar. Dari jumlah itu, US$ 4,9 miliar atau 32% berupa minyak dan gas (migas).

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen, sependapat, kinerja ekspor ke Jepang tak akan terpengaruh dengan resesi. "Ekspor kita didominasi minyak dan batubara, meskipun ada resesi, mereka tetap butuh energi," tandas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa