Ekonomi Global Tak Menentu, DJP Cermati Setoran Wajib Pajak Besar di 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Wajib Pajak Besar atau Large Tax Office (LTO) turut mencermati kondisi global pada tahun ini untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak Besar di tahun 2024.

Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Agus Budi Prasetyo mengatakan, pihaknya harus dapat memitigasi risiko dengan perubahan kondisi global dalam menghadapi 2024.

Hal ini mengingat wajib pajak besar yang diadministrasikan sedikit banyak dipengaruhi kondisi global.


"Penurunan perekonomian akibat konflik serta peningkatan teknologi yang bergerak ke arah paperless perlu dicermati dengan baik," ujar Agus dalam keterangan resminya, Senin (12/2).

Asal tahu saja, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar (LTO) kembali memperoleh surplus penerimaan pada tahun 2023.

Hingga 31 Desember 2023, penerimaan perpajakan dari Kanwil LTO tercatat sebesar Rp 584,23 triliun. Ini setara 101,75% dari target Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 atau 108,98% dari target APBN 2023.

Realisasi penerimaan ini tumbuh sebesar 11,09% atau sebesar Rp 58,33 triliun dari penerimaan tahun lalu.

Baca Juga: Kenaikan Utang Pemerintah Tak Sebanding Peningkatan Tax Ratio

Apabila dilihat berdasarkan jenis pajaknya, terjadi pertumbuhan positif pada jenis pajak penghasilan (PPh).

Agus melaporkan, penerimaan PPh dari Kanwil LTO tercatat sebesar Rp 384,91 triliun, dengan proporsi 65,85% dari penerimaan tahun 2023.

Realisasi ini meningkat 19,04% atau sebesar Rp 61,57 triliun dibandingkan tahun lalu. Agus bilang, ada tiga jenis PPh yang naik cukup tinggi, yaitu PPh badan yang meningkat Rp 43,06 triliun, PPh final naik Rp 8,69 triliun dan PPh Pasal 21 yang meningkat Rp 5,76 triliun.

Sedangkan untuk penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat Rp 195,72 triliun atau mengalami kontraksi 2,51% dari tahun lalu. Kendati begitu, penerimaan PPN ini berkontribusi 33,48% terhadap penerimaan Kanwil LTO.

"Kontraksi PPN dipengaruhi oleh perlambatan tren ekonomi global yang mempengaruhi kinerja impor," katan Agus.

Sementara itu, terjadi penurunan penerimaan PPN impor sebesar Rp 10,79 triliun sejalan juga dengan penurunan PPh 22 impor. Sedangkan PPN dalam negeri dan PPnBM dalam negeri masih mengalami peningkatan.

Berdasarkan sektornya, terdapat tiga sektor yang memberikan kontribusi dominan, di antaranya adalah sektor aktivitas keuangan dan asuransi yang tumbuh 29,1% year on year (YoY), sektor pertambangan yang tumbuh 22,2% YoY, serta sektor informasi dan komunikasi yang berhasil tumbuh 11,6% YoY.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesis Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menyebutkan, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau LTO ini hanya bertugas menangani para Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang kaya (prominent people) dan Wajib Pajak Badan (WP Badan) yang besar-besar.

Artinya, wajib pajak yang ditangani oleh mereka adalah wajib pajak yang cenderung telah patuh atau compliance, khususnya untuk wajib pajak perusahaan. Sementara untuk wajib pajak orang kaya memang otoritas pajak cenderung lebih sulit mendeteksi tingkat penghasilannya mengingat sistem pajak yang dianut oleh Indonesia adalah self assessment.

"Pendapat saya, untuk pajak orang-orang kaya ini memang masih bisa ditingkatkan," kata Ariawan kepada Kontan.co.id, Selasa (9/1).

Ia bilang, selama ini Kanwil DJP Wajib Pajak Besar merupakan penyumbang penerimaan pajak yang cukup signifikan, namun idealnya setidaknya paling rendah adalah 30% dari total penerimaan pajak nasional.

Baca Juga: Kinerja Tax Ratio Pemerintahan Jokowi Kalah Dibandingkan SBY dan Megawati

Ariawan membeberkan, pada tahun 2019 kontribusi LTO adalah sebesar Rp 498 triliun atau 31,57% terhadap total penerimaan pajak nasional. Kemudian pada masa pandemi yakni tahun 2020, kontribusi Kanwil LTO tercatat menurun yakni hanya berhasil mencapai 86,13% dari total target yang dibebankan.

Lalu pada tahun 2021, penerimaan pajak dari LTO ini mencapai Rp 332 triliun atau berkontribusi sebesar 27% dari target penerimaan pajak secara nasional.

"Menurut saya, apabila intensifikasi bisa ditingkatkan oleh LTO, terutama terkait kebijakan WP prominent people, memperketat pengawasan dari potensi adanya penyimpangan wajib pajak dan oknum fiskus, maka kebocoran penerimaan Wajib Pajak bisa dihindari sehingga untuk mencapai kontribusi minimal 30% dari target nasional masih sangat memungkinkan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat