Ekonomi India diramal melambat secara dramatis



NEW DELHI. Sekali lagi, India berhasil mempertahankan peringkatnya sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dunia. Namun sepertinya, India tidak akan mampu mempertahankan peringkat itu lebih lama lagi.

Alasannya, kebijakan pengetatan peredaran dana tunai yang dikeluarkan Perdana Menteri India Narendra Modi baru-baru ini disinyalir akan memukul ekonomi India dalam beberapa kuartal ke depan.

Sekadar informasi, berdasarkan data yang dirilis pemerintah India Rabu (30/11), tingkat Produk Domestik Bruto India pada periode Juli-September, kuartal dua India, tumbuh mencapai 7,3%. Angka ini lebih baik dari pertumbuhan kuartal sebelumnya yakni 7,1% dan berhasil melampaui pertumbuhan China sebesar 6,7% pada periode yang sama.


Namun, pertumbuhan ekonomi India sepertinya tidak akan bertahan di atas 7% dalam beberapa waktu ke depan.

"Pertumbuhan ekonomi India sepertinya akan melambat, karena pendorong utama ekonomi yakni konsumsi domestik akan melorot tajam, khususnya di daerah pedesaan," jelas ekonom Societe Generale Kunal Kumar.

Kebijakan kontroversial yakni menukar seluruh uang kertas 500 dan 1.000 rupe -yang mencapai 86% dari total sirkulasi mata uang India- dengan uang kertas baru telah menyebabkan kekeringan likuiditas di negara tersebut. Hal ini diakibatkan oleh terbatasnya cadangan uang baru.

Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 60% PDB India. Sehingga diprediksi, konsekuensi kebijakan tersebut benar-benar akan memukul ekonomi India

Kebijakan yang diluncurkan pada 8 November lalu bertujuan untuk menjaring para pengemplang pajak, mereka yang tidak pernah mendeklarasikan hartanya atau disebut juga 'black money'.

Namun sejauh ini, kebijakan tersebut memukul masyarakat kelas bawah, yang memang tidak memiliki rekening bank. Hal inilah yang pada akhirnya memicu aksi demonstrasi besar-besaran pada Senin (28/11) lalu.

"Sektor yang paling mencemaskan adalah sektor yang sangat tergantung pada transaksi dana tunai, mulai dari ritel makanan, perhiasan, hingga real estate. Sektor-sektor ini akan mengalami penurunan permintaan dalam jangka pendek," jelas Shilan Shah, ekonom India Capital Economics.

Faraz Syed, associate economist Moody's Analytics menilai, minimnya likuiditas di sektor bisnis juga akan menyebabkan perlambatan PDB. Sejumlah perusahaan akan menurunkan capital expenditure mereka dan menunda investasi.

Sebagai antisipasi bahwa dampak demonetisasi akan terlihat pada kuartal Maret dan Juni tahun depan, Moody's memutuskan untuk memangkas prediksi pertumbuhan 2016-2017 menjadi 6,6% dari prediksi sebelumnya 7,5%.

Syed mengestimasi, kombinasi antara perlambatan pertumbuhan dengan turunnya inflasi, akan mendorong bank sentral India untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan depan.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie