KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 5% pada tahun 2025. Proyeksi pertumbuhan ekonomi ini bagian dalam penyusunan rencana kerja pemerintah dan RAPBN tahun 2025. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa menjelaskan, dalam persiapan penyusunan rencana kerja pemerintah dan RAPBN tahun 2025 mempertimbangkan dinamika global.
Terkait rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2025, disepakati tema RKP adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Tema tersebut diangkat karena tahun 2025 adalah awal dari RPJMN tahun 2025 - 2029. Suharso bilang, RPJMN 2025-2029 sangat strategis menjadi bagian dari awal rencana pembangunan jangka panjang nasional 2025-2045 Indonesia emas.
Baca Juga: Sri Mulyani: RKP dan KEM-PPKF 2025 Disusun Menyesuaikan Transisi Pemerintah Baru Suharso mengatakan Indonesia sudah 30 tahun terjebak dalam tingkat pendapatan menengah. Pemerintah memproyeksikan Indonesia keluar dari middle income trap pada tahun 2038. "Sasaran pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 adalah antara sekitar 5,3% hingga 5,6%," ujar Suharso di Istana Kepresidenan, Senin (26/2). Kemudian tingkat kemiskinan tahun 2025 antara 6% - 7%, tingkat pengangguran terbuka juga diharapkan bisa pada 4% - 5%. Serta rasio gini di sekitar 0,37.
"Kemudian indeks modal manusia, kita sekarang tidak menggunakan lagi human development index (indeks pembangunan manusia). Tetapi adalah human capital index dan angkanya mudah mudahan bisa kita capai di 0,56," ungkap Suharso. Suharso menambahkan, ekspor barang barang Indonesia, terutama khususnya ke Eropa juga akan terkena aturan yang disebut dengan carbon border adjustment mecanism. Aturan itu sedemikian rupa akan memperhitungkan keberpihakan Indonesia dalam hal penurunan gas rumah kaca. "Saya kira itu secara garis besar karena ini sangat garis besar sekali, kita belum menyampaikan angka angka nominalnya. Ada peningkatan dari belanja investasi yang below the line antara 0,5% sampai 1% pada GDP," jelas Suharso. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat