JAKARTA. Masa jaya keemasan perekonomian Indonesia untuk kembali tumbuh di atas 6% seperti pada tahun 2012 sudah jauh di atas harapan. Perekonomian Indonesia kian melambat dan condong mengarah pada level 5%. Mari kita lihat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama dan dua 2012 berhasil menembus 6,33%. Kemudian turun tipis ke level 6,29% dan 6,26% pada triwulan tiga dan empat.Lalu pada tahun 2013 kian melambat dari 6,03% pada periode pertama menuju 5,78% pada periode terakhir. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2014 hanya bertumbuh 5,21% secara tahunan (year on year). Tergambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot. Penyebab laju pertumbuhan melambat periode pertama tahun politik ini adalah pengeluaran ekspor barang dan jasa yang turun pertumbuhannya sebesar 0,78%. Padahal pada periode triwulan pertama 2013 kemarin laju pertumbuhan dari ekspor barang dan jasa tumbuh positif sebesar 3,58%. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,21% ini lebih rendah dari perkiraan pemerintah sendiri yang memprediksi pertumbuhan triwulan satu bisa mencapai 5,7%-5,8%. Diakuinya perlambatan pertumbuhan memang bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi current account deficit atawa defisit transaksi berjalan menuju ke level yang lebih sehat. "Namun pertumbuhan diharapkan di atas 5,5% karena kita juga tidak ingin terlalu rendah," ujarnya, Senin (5/5). Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini menjelaskan perlambatan ekonomi terjadi sebagai akibat kontraksi pada ekspor yang turun cukup dalam. Sedang untuk investasi sendiri pertumbuhan pengeluarannya masih mencapai 5,13%. Ekspor yang melamban ini memang telah tercermin dari data ekspor Januari-Maret. BPS mencatat, ekspor Januari-Maret 2014 sebesar US$ 44,32 miliar atau turun 2,42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut Chatib, dengan adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Jepang diharapkan dapat membuat kinerja ekspor Indonesia kembali membaik. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa lebih baik lagi tahun ini. Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis statistik Kecuk Suharyanto menjelaskan yang bisa diharapkan ke depannya untuk mendongkrak ekonomi selain investasi adalah sektor industri. Kendala sektor industri adalah supply bahan bakunya yang harus diimpor. Maka dari itu, supply ini harus diperbaiki agar bisa berasal dari domestik. Pemerintah tidak bisa lagi bergantung pada konsumsi rumah tangga (KRT). "Bergantung pada KRT kurang bagus karena rapuh dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja," tandas Kecuk. Asal tahu saja, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan dengan kontribusi laju pengeluaran sebesar 5,61%. Laju konsumsi rumah tangga tersebut lebih tinggi dibanding triwulan I 2013 yang sebesar 5,24%. Ini akibat faktor pemilihan umum (pemilu) yang mendorong konsumsi masyarakat terutama dari sektor non makanan yang melaju sebesar 6,46%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonomi Indonesia kian melambat
JAKARTA. Masa jaya keemasan perekonomian Indonesia untuk kembali tumbuh di atas 6% seperti pada tahun 2012 sudah jauh di atas harapan. Perekonomian Indonesia kian melambat dan condong mengarah pada level 5%. Mari kita lihat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama dan dua 2012 berhasil menembus 6,33%. Kemudian turun tipis ke level 6,29% dan 6,26% pada triwulan tiga dan empat.Lalu pada tahun 2013 kian melambat dari 6,03% pada periode pertama menuju 5,78% pada periode terakhir. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2014 hanya bertumbuh 5,21% secara tahunan (year on year). Tergambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot. Penyebab laju pertumbuhan melambat periode pertama tahun politik ini adalah pengeluaran ekspor barang dan jasa yang turun pertumbuhannya sebesar 0,78%. Padahal pada periode triwulan pertama 2013 kemarin laju pertumbuhan dari ekspor barang dan jasa tumbuh positif sebesar 3,58%. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,21% ini lebih rendah dari perkiraan pemerintah sendiri yang memprediksi pertumbuhan triwulan satu bisa mencapai 5,7%-5,8%. Diakuinya perlambatan pertumbuhan memang bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi current account deficit atawa defisit transaksi berjalan menuju ke level yang lebih sehat. "Namun pertumbuhan diharapkan di atas 5,5% karena kita juga tidak ingin terlalu rendah," ujarnya, Senin (5/5). Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini menjelaskan perlambatan ekonomi terjadi sebagai akibat kontraksi pada ekspor yang turun cukup dalam. Sedang untuk investasi sendiri pertumbuhan pengeluarannya masih mencapai 5,13%. Ekspor yang melamban ini memang telah tercermin dari data ekspor Januari-Maret. BPS mencatat, ekspor Januari-Maret 2014 sebesar US$ 44,32 miliar atau turun 2,42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut Chatib, dengan adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Jepang diharapkan dapat membuat kinerja ekspor Indonesia kembali membaik. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa lebih baik lagi tahun ini. Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis statistik Kecuk Suharyanto menjelaskan yang bisa diharapkan ke depannya untuk mendongkrak ekonomi selain investasi adalah sektor industri. Kendala sektor industri adalah supply bahan bakunya yang harus diimpor. Maka dari itu, supply ini harus diperbaiki agar bisa berasal dari domestik. Pemerintah tidak bisa lagi bergantung pada konsumsi rumah tangga (KRT). "Bergantung pada KRT kurang bagus karena rapuh dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja," tandas Kecuk. Asal tahu saja, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan dengan kontribusi laju pengeluaran sebesar 5,61%. Laju konsumsi rumah tangga tersebut lebih tinggi dibanding triwulan I 2013 yang sebesar 5,24%. Ini akibat faktor pemilihan umum (pemilu) yang mendorong konsumsi masyarakat terutama dari sektor non makanan yang melaju sebesar 6,46%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News