Ekonomi Indonesia Terancam Resesi, Ini Penjelasan Sri Mulyani



KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal kemungkinan terjadinya resesi di Indonesia. Seperti diketahui Amerika Serikat (AS), Australia, Korea Selatan, Singapura, Filipina, Thailand, Hongkong, Jepang, Jerman, Kanada, Swiss, Inggris, dan beberapa negara di Eropa lainnya.

Berdasarkan Survei terbaru Bloomberg, menyebutkan bahwa Indonesia masuk ke dalam negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi. Dari daftar 15 negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi, Indonesia berada di peringkat 14 dengan persentase 3%.

Sri Mulyani mengatakan, dalam survey tersebut, Indonesia masuk diperingkat bawah karena indikator neraca pembayaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ketahanan dan juga dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga relatif dalam situasi lebih baik dari negara lain.


Baca Juga: Ekonomi Laos dan Myanmar di Ambang Kebangkrutan

“Kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3% dibandingkan negara lain yang potensi resesinya di atas 70%. Namun ini tidak berarti kita terlena, kita tetap waspada,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers di Sofitel Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7).

Adapun, dalam survey tersebut Sri Lanka berada di posisi pertama dengan persentase 85%, New Zealand 33%, Korea Selatan 25%, Jepang 25%, China 20%, dan Hong Kong 20%. Kemudian Australia tercatat 20%, Taiwan 20%.

Lalu, Pakistan 20%, Malaysia 13%, Vietnam 10%, Thailand 10%, Philipina 8%, Indonesia 3 dan India 0%.

Baca Juga: 5 Hal yang Akan Terjadi Jika Suatu Negara Bangkrut seperti Sri Lanka

Meskipun memiliki risiko resesi yang kecil, Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan terus waspada dan berhati-hati dalam membuat kebijakan, mengingat masih ada risiko ketidakpastian global. Hal ini seiring risiko global terkait inflasi dan resesi, atau stagflasi akan berlangsung sampai tahun depan.

Selain itu, instrumen kebijakan antara fiskal dan moneter juga akan dikoordinasikan dengan baik dan penuh kehati-hatian. Ia juga mengatakan, kebijakan di Otoritas Jasa keuangan (OJK) juga dilakukan untuk memonitor utamanya regulasi eksposure dari korporasi Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli