KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana untuk meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang berlaku saat ini sebesar 10%. Namun, jika wacana tersebut diterapkan maka inflasi Indonesia bisa meroket hingga 4%. Sebagai informasi, dalam UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah mengisyaratkan tarif PPN dapat berada di kisaran 5% hingga 15%. Artinya, meskipun saat ini pemerintah telah menetapkan tarif PPN 10%, pemberlakuan tarif PPN 15% bisa dilakukan apabila ada peraturan pemerintah (PP) terkait atau revisi UU 42/2009.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, konsekuensi apabila peningkatan tarif PPN berlangsung maka ada potensi kenaikan inflasi ke kisaran 3%-4% yang disebabkan oleh
cost-push-inflation. Artinya kenaikan inflasi terjadi akibat kenaikan tarif PPN yang tidak diiringi oleh peningkatan permintaan. Kenaikan inflasi ini juga akan cenderung membatasi daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga juga melambat. Hal tersebut pada akhirnya berpotensi membatasi laju pertumbuhan ekonomi tahun 2022 mendatang. Menurut dia, sebelum pemerintah menaikkan tarif PPN, perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa kondisi perekonomian terutama konsumsi rumah tangga sudah kembali pulih ke kondisi sebelum pandemi. Hal tersebut dilakukan agar rencana kenaikan tarif PPN tidak membebani proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Meski demikian, Josua bilang, memang kenaikan tarif PPN merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong konsolidasi fiskal sedemikian sehingga defisit APBN dapat kembali ke level normal yakni 3% terhadap PDB pada tahun 2023.
Baca Juga: Anggota Komisi XI Misbakhun menolak rencana kenaikan tarif PPN, apa alasannya Dengan adanya peningkatan tarif PPN, dapat mendorong ruang fiskal yang dapat menunjang perekonomian di jangka panjang, seperti belanja infrastruktur dan program prioritas lainnya. Josua mencermati pada tahun 2020, pembayaran bunga mencapai hampir 20% dari pendapatan negara. Dus, jika kapasitas fiskal tidak dinaikkan, maka ruang fiskal menjadi sangat kecil, dan akan membatasi ruang gerak dari pemerintah. Dia pun menyebut ada opsi lain yang bisa diambil pemerintah selain menaikkan tarif PPN, yakni menaikkan besaran cukai alkohol dan rokok atau menerapkan
environmental taxes serta mengurangi belanja perpajakan sedemikian.
“Sehingga dapat mendorong penerimaan pajak agar lebih optimal. Dengan upaya konsolidasi fiskal, diharapkan ruang fiskal semakin lebar yang mendorong upaya atau kebijakan reformasi struktural yang pada akhirnya akan mendukung kesinambungan ekonomi dan fiskal dalam jangka panjang,” jelas Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (6/5). Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, upaya menaikkan tarif PPN bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara agar bisa mencapai target akhir tahun. “Kenaikan tarif PPN akan dibahas dalam Undang-Undang (UU) ke depan,” tegas Sri Mulyani dalam Musyarawah Perancanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari