JAKARTA. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, grup Lippo masih mampu mencatatkan kinerja yang cukup positif meski ekonomi domestik mengalami perlambatan. Lihat saja, laporan keuangan sektor properti dan bisnis ritel grup milik keluarga James Riady masih mampu menuai pertumbuhan. Dari sektor properti, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) memperlihatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 23% secara
year on year (yoy) menjadi Rp 417,36 miliar. Ini seiring dengan kenaikan pendapatan sebesar 22,5% menjadi Rp 2,44 triliun dari Rp 1,99 triliun pada kuartal I 2014. Kontribusi terbesar pendapatan LPKR bersumber dari pendapatan berulang atau
recurring income yakni mencapai 53% atau sebesar Rp 1,28 triliun. Pendapatan ini tumbuh 21% yoy.
Hampir seluruh lini bisnis LPKR mengalami pertumbuhan. Divisi residential dan
urban development menyumbang Rp 1,16 triliun terhadap pendapatan atau tumbuh 22% yang terdiri dari unit usaha township Rp 705 miliar dan unit usaha
scale integrated development Rp 455 miliar. Divisi bisnis
healthcare menyumbang kontribusi Rp 976 miliar atau naik 30% secara yoy dan asset management tumbuh 7% atau menyumbang Rp 177 miliar. Hanya saja, pendapatan dari divisi komersial yang terdiri dari mall ritel, hotel dan
township management melorot 7% menjadi Rp 135 miliar. Ini lantaran pendapatan sewa menurun setelah Lippo Kemang Mall dijual. Adapun dari sektor ritel, PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) mencatatkan pertumbuhan laba bersih 50,3% secaya yoy menjadi Rp 185 miliar meskipun pendapatanya hanya naik tipis 9,4% menjadi Rp 1,61 triliun. Laba perusahaan ini tersokong setelah beban keuangannya turun menjadi Rp 19,2 miliar dari sebelumnya Rp 57,5 miliar dan beban pajak penghasilan turun dari Rp 66,6 miliar ke Rp 55,5 miliar. Analis BNI securities, Thendra Chrisnanda mengatakan kinerja grup lippo masih terjaga di tengah perlambatan bisnis konglomerasi lainnya lantaran memiliki lini bisnis yang memiliki prospek cukup baik terutama dari bisnis
health care, lahan industri dan bisnis ritel. “Lippo tumbuh karena bisnis mereka terdiversifikasi dengan baik sekali,” kata Thendra pada KONTAN, Kamis (30/4). Meskipun sektor properti mengalami perlambatan sepanjang kuartal I seiring dengan penurunan daya beli masyarakat, Thendra bilang LPCK dan LPKR masih tumbuh karena menerapkan strategi aliansi dengan baik yakni menjual properti ke investor strategis, seperti Jepang, yang memiliki daya beli tinggi. Thendra memandang prospek bisnis grup Lippo masih cukup positif tahun ini. Menurutnya, sektor utama yang akan menjadi tumpuan Lippo tahun ini adalah
health care yakni dengan pertumbuhan usaha SILO dan bisnis properti.
Kendati demikian, Lippo masih harus menghadapai tantangan yakni kepastian penerapan PPnBM untuk properti dan perlambatan daya beli masyarakat. Menurut Thendra, jika hunian di atas Rp 2 miliar akan dikenakan pajak mewah maka dampaknya akan sangat besar terhadap Lippo karena LPKR maupun LPCK bermain di segmen properti menengah ke atas. Sedangkan di bisnis ritel, kebutuhan bahan pokok masih memang masih tetap besar meskipun daya beli masyarakat turun. Hanya saja, kata Thendra, Lippo tidak mengerek pertumbuhan margin dari potensi kenaikan harga produk. “Selama ini keuntungan mereka banyak dengan menaikkan harga produk. Kalau daya beli turun mereka akan susah menaikkan harga,” jelas Thendra. Di grup ini, Thendra merekomendasikan buy untuk LPCK dan SILO dengan target harga masing Rp 13.800 dan Rp 15.400. Sedangkan LPKR direkomendasikan hold dengan target Rp 1.225. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie