Ekonomi lambat, penerimaan negara tersendat



SEMARANG. Perlambatan ekonomi di kuartal pertama tahun ini berefek domino. Penerimaan negara terancam, utamanya dari sektor pajak. Tanpa terobosan yang serius dari otoritas fiskal maupun moneter, kondisi bisa mengancam ekonomi kita.

Hasil stress test Bank Indonesia (BI) atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 bisa jadi salah satu alarm yang harus menjadi perhatian. Dengan skenario, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 5,4%, di bawah target pemerintah 5,7%, target penerimaan anggaran pajak tak akan tercapai.

Perkiraan BI, penerimaan pajak cuma 60%-70% dari target APBN-P 2015 yang sebesar Rp 1.294,3 triliun. Artinya, penerimaan negara dari sektor pajak cuma Rp 776,58 triliun-Rp 906,01 triliun. Di sisi lain, pemerintah tentu akan mengoptimalkan penggunaan anggaran.


Hasil stress test menyebutkan, dengan pertumbuhan ekonomi 5,4%, realisasi belanja negara mencapai 80%-90%. Jika kondisi ini terjadi, defisit anggaran akan melebar menjadi 2,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), di atas defisit APBNP 2015 sebesar 1,9%. "Kondisi ini masih aman karenadi bawah batas maksimal 2,5%," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo.

Harapan terbesar bertumpu dari realisasi belanja modal pemerintah yang mencapai Rp 275,8 triliun di tahun ini. BI yakin, pemerintah lebih baik tak memangkas dana belanja itu, bahkan harus memaksimalkan belanja secara penuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kita. "Lebih baik mempercepat belanja dengan dana yang ada, tanpa harus menunggu penerimaan pajak," tandas Perry.

Menurut hitungan BI, di kuartal I 2015, pertumbuhan ekonomi melambat, sekitar 5%. Namun, pertumbuhan ekonomi mulai naik di kuartal II hingga akhir tahun. Meski begitu, proyeksi BI, ekonomi kita Indonesia cenderung mengarah ke batas bawah, dari rentang 5,4%-5,8%.

Kebijakan moneter ketat Tapi, dalam situasi ekonomi yang melambat seperti sekarang, BI bergeming, ogah melonggarkan kebijakan moneter lewat kebijakan penurunan suku bunga acuan. BI masih akan menjalankan kebijakan moneter ketat. "Sulit mengubah strategi suku bunga untuk mendorong pertumbuhan di tengah kondisi saat ini," tandas Perry.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, defisit anggaran bukan masalah utama. Apalagi, setiap tahun, belanja pemerintah selalu di bawah target. Yang justru mendesak untuk dicarikan solusi adalah pelambatan ekonomi.

Menurutnya belanja pemerintah tidak menjadi satu-satunya andalan pendorong perekonomian. BI masih punya cara membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yakni dengan menjaga nilai tukar rupiah agar tak melemah.

Pelemahan nilai tukar menyebabkan pengusaha mengeluarkan biaya lebih besar, karena sebagian besar bahan baku masih impor. Efeknya, daya beli konsumen pun tertekan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa