JAKARTA. Tahun 2015 dilewati dengan penuh perjuangan oleh perusahaan pembiayaan. Begitu pula dengan PT Astra Multi Finance atau lebih dikenal dengan sebutan FIF Spektra. Sepanjang tahun kemarin, FIF Spektra harus menerima kenyataan menyusutnya penyaluran kredit yang bisa dilakukan. Direktur Utama FIF Spektra Darwan Tirtayasa menyebut di 2015, pihaknya cuma berhasil menyalurkan kredit di kisaran Rp 2,8 triliun. "Ada penurunan sekitar 1,7% dari realisasi tahun sebelumnya," kata dia, Jumat (15/1). Ia beralasan, penyaluran pembiayaan yang seret ini tak lepas dari perlambatan ekonomi yang terjadi di tahun kemarin. Praktis daya beli masyarakat juga berkurang. Termasuk untuk pembelian produk-produk elektronik yang selama ini jadi andalan perusahaan. Masyarakat tentunya akan lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan primer ketimbang elektronik. Terlebih kondisi nilai tukar mata uang juga terbilang tak stabil di 2015 lalu. Kondisi ini tentunya berdampak langsung pada pasar elektronik yang masih banyak mengendalikan komponen impor. Porsi pembiayaan elektronik sendiri mencapai hampir 80% dari total portofolio bisnis mereka. Sementara sisanya diisi produk kebutuhan rumah tangga lain, terutama furniture. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonomi lesu, kinerja FIF Spektra terkikis
JAKARTA. Tahun 2015 dilewati dengan penuh perjuangan oleh perusahaan pembiayaan. Begitu pula dengan PT Astra Multi Finance atau lebih dikenal dengan sebutan FIF Spektra. Sepanjang tahun kemarin, FIF Spektra harus menerima kenyataan menyusutnya penyaluran kredit yang bisa dilakukan. Direktur Utama FIF Spektra Darwan Tirtayasa menyebut di 2015, pihaknya cuma berhasil menyalurkan kredit di kisaran Rp 2,8 triliun. "Ada penurunan sekitar 1,7% dari realisasi tahun sebelumnya," kata dia, Jumat (15/1). Ia beralasan, penyaluran pembiayaan yang seret ini tak lepas dari perlambatan ekonomi yang terjadi di tahun kemarin. Praktis daya beli masyarakat juga berkurang. Termasuk untuk pembelian produk-produk elektronik yang selama ini jadi andalan perusahaan. Masyarakat tentunya akan lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan primer ketimbang elektronik. Terlebih kondisi nilai tukar mata uang juga terbilang tak stabil di 2015 lalu. Kondisi ini tentunya berdampak langsung pada pasar elektronik yang masih banyak mengendalikan komponen impor. Porsi pembiayaan elektronik sendiri mencapai hampir 80% dari total portofolio bisnis mereka. Sementara sisanya diisi produk kebutuhan rumah tangga lain, terutama furniture. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News