JAKARTA. Banyak perusahaan memanfaatkan kelesuan ekonomi untuk menggelar konsolidasi bisnis. Entah itu merger atau akuisisi perusahaan lain. Tidak mengherankan, tahun ini nilai transaksi merger and acquisition (M&A) di Indonesia mengalahkan rekor nilai M&A tahun 2013 yang sekitar US$ 10 miliar. Semarak transaksi merger dan akuisisi tahun ini sudah terbaca sejak semester I-2016. Waktu itu, berdasarkan hitungan perusahaan konsultan keuangan perusahaan, Duff & Phelps Singapore, terjadi 71 aksi merger dan akuisisi di Indonesia dengan total nilai US$ 1,9 miliar. Nilai itu sudah melewati total nilai M&A tahun lalu yang berada di angka US$ 1,57 miliar.
Nah, memasuki semester II-2016, transaksi M&A makin ramai dan dengan nilai jumbo. Yang paling hangat, misalnya, konsorsium Star Energy mencaplok sejumlah aset pembangkit listrik panas bumi berkapasitas 740 Megawatt milik Chevron Corp di Indonesia dan Filipina. Kesepakatan akuisisi itu sudah diteken Kamis (22/12). Kabar yang sampai KONTAN, total nilai transaksi ini hampir mencapai US$ 2,5 miliar. Khusus di Indonesia saja, nilai aset yang diakuisisi Star Energy cs sekitar US$ 1,98 miliar. Sebelum transaksi itu, Medco Energy Group juga menjalankan akuisisi jumbo. Perusahaan itu mengakuisisi 82,2% saham PT Newmont Nusa Tenggara senilai US$ 2,6 miliar. Masih di bidang pertambangan dan energi, Electricity Generating Authority of Thailand (EGAT) membeli 12% saham produsen batubara, PT Adaro Indonesia, senilai US$ 325 juta. Sementara Highland Strategic Holding asal Singapura membeli 61,79% saham PT Toba Bara Sejahtra Tbk, senilai Rp 1,07 triliun. Di sektor lain, Government of Singapore Investment Corporation (GIC) membenamkan US$ 370 juta ke pengelola jaringan bioskop XXI, PT Nusantara Sejahtera Raya. Sebelumnya di akhir November 2016, Apro Financial Co Ltd menyelesaikan proses akuisisi 40% saham Bank Andara senilai Rp 450 miliar. Apro juga sedang memproses akuisisi 77,38% saham Bank Dinar senilai Rp 691 miliar. Di sisi lain, Fairfax Asia Limited mengakuisisi 80% saham PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk senilai US$ 225 juta. Di bisnis properti, tahun ini diwarnai dengan agenda merger Grup Ciputra. Total transaksi ini melibatkan aset sekitar Rp 44 triliun. Nyaris berbarengan, PT Modernland Realty Tbk dan PT Astra Land Indonesia berkongsi membentuk usaha properti. Nah, berdasar riset KONTAN, nilai merger dan akuisisi hingga akhir tahun ini diproyeksikan lebih dari US$ 11 miliar. Dari sisi frekuensi, M&A sektor ritel dan consumer good mendominasi. Sementara sektor energi dan pertambangan unggul di sisi nilainya.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menilai wajar banyak pemodal masuk ke bisnis ritel di pasar domestik. GIC misalnya, menyuntikkan modal US$ 385,19 juta ke TransRetail CT Corp yang membawahi Carrefour dan Transmart. "Sektor ini Indonesia memang bagus," katanya, kepada KONTAN, Senin (26/12). Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, menilai, lonjakan merger dan akuisisi sepanjang tahun ini semarak lantaran ekonomi domestik tengah lesu. Sudah menjadi rumus umum, jika ekonomi lesu maka aksi merger dan akuisisi cenderung melonjak. M&A biasanya untuk menyehatkan kinerja korporasi, baik lewat konsolidasi anak perusahaan atau konsolidasi dari luar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto