Ekonomi masih lemah, pemerintah genjot daya beli



JAKARTA. Pelemahan ekonomi domestik selama tiga tahun terakhir masih terasa hingga kini. Hal ini telah membuat daya beli masyarakat lesu beberapa tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, daya beli yang masih lesu dapat terlihat dari realisasi inflasi 2016 sebesar 3,02% yang merupakan pencapaian paling rendah dalam satu dekade. Kondisi tersebut, bermula dari melemahnya sektor pertambangan yang kemudian mempengaruhi kontraksi ke sektor lainnya.

“Saya menganggap ini adalah masih menjadi imbas dari pelemahan ekonomi yang terjadi selama 2014, 2015, 2016 karena faktor komoditas dan ekspor. Sehingga imbasnya masih terasa sampai sekarang," kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (3/7).


Agar daya beli masyarakat pulih, pemerintah akan fokus mendorong daya beli masyarakat, khususnya pada masyarakat rentan. Hal tersebut didukung dengan beberapa program pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 juta keluarga dan belanja sosial lainnya

“Sehingga daya beli, terutama masyarakat yang 25% atau bahkan 40% terbawah tetap terjaga. Kami menganggap untuk menaikkan daya beli adalah dengan confidence,” kata dia.

Adapun, Indonesia tengah mengalami tekanan pada produktivitas, hampir di seluruh dunia juga mengalami stagnasi produktivitas. Ia menerangkan, produktivitas tersebut berkaitan dengan kemampuan meningkatkan daya beli dengan upah yang meningkat. “Ini tantangan untuk pemerintah,” ucapnya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah juga akan fokus untuk meningkat investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Sebab, kedua sektor tersebut dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan perekonomian.

"Ketiga adalah policy reform yang akan terus dilakukan di bawah koordinasi Menko untuk memperbaiki apa yang disebut minat investasi, karena itu akan meningkatkan inovasi dan kreativitas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini