JAKARTA. Pemerintah mengklaim telah mengerem laju impor komoditas pangan sepanjang tahun 2015 ini sehingga menghemat devisa negara. Namun, dari sekian banyak komoditas pangan yang diimpor, pemerintah masih kesulitan untuk menekan impor gandum. Bahan baku pembuat tepung terigu ini masih didatangkan dalam jumlah besar lantaran Indonesia belum mampu memproduksi gandum atau minimal mencari substitusinya. Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memprediksi, nilai impor gandum tahun ini hanya mampu turun 2% menjadi US$ 2,34 miliar dari tahun lalu yang sebesar US$ 2,39 miliar. Penurunan ini terjadi sebagai imbas dari melemahnya permintaan tepung terigu di pasar domestik karena terjadi perlambatan ekonomi. Sebagai catatan, dengan impor senilai US$ 2,39 miliar tahun lalu, gandum masih berada di posisi kedua impor komoditas terbesar nasional di bawah garam. Namun, Ratna menegaskan, nilai impor yang cukup besar itu tidak perlu dikhawatirkan. "Yang penting, neraca perdagangan masih tetap surplus," ujarnya kepada KONTAN, Senin (28/9) lalu.
Ekonomi melambat, impor gandum hanya turun tipis
JAKARTA. Pemerintah mengklaim telah mengerem laju impor komoditas pangan sepanjang tahun 2015 ini sehingga menghemat devisa negara. Namun, dari sekian banyak komoditas pangan yang diimpor, pemerintah masih kesulitan untuk menekan impor gandum. Bahan baku pembuat tepung terigu ini masih didatangkan dalam jumlah besar lantaran Indonesia belum mampu memproduksi gandum atau minimal mencari substitusinya. Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memprediksi, nilai impor gandum tahun ini hanya mampu turun 2% menjadi US$ 2,34 miliar dari tahun lalu yang sebesar US$ 2,39 miliar. Penurunan ini terjadi sebagai imbas dari melemahnya permintaan tepung terigu di pasar domestik karena terjadi perlambatan ekonomi. Sebagai catatan, dengan impor senilai US$ 2,39 miliar tahun lalu, gandum masih berada di posisi kedua impor komoditas terbesar nasional di bawah garam. Namun, Ratna menegaskan, nilai impor yang cukup besar itu tidak perlu dikhawatirkan. "Yang penting, neraca perdagangan masih tetap surplus," ujarnya kepada KONTAN, Senin (28/9) lalu.