Ekonomi melambat, IPO pun tersendat



JAKARTA. Menjelang akhir separuh pertama tahun ini, aksi penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO) masih sepi. Tekanan di pasar modal domestik menjadi salah satu pemicu minimnya perhelatan IPO. Lihat saja, sampai saat ini baru dua perusahaan yang masuk bursa. Sementara tiga perusahaan lain tengah mengajukan penawaran saham perdana di kuartal II-2015 ini. Alhasil, jika tiga IPO tuntas, baru lima perusahaan yang masuk bursa saham sepanjang semester I-2015.

Sebagai perbandingan, semester II-2014 ada 12 perusahaan menggelar IPO, tujuh di antaranya pada kuartal II. Padahal waktu itu suhu politik tengah memanas seiring perhelatan pemilihan umum.

Nah, calon emiten terbaru yang akan masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah perusahaan tambang emas milik Grup Saratoga, Merdeka Copper Gold. Perusahaan ini akan menjual 874,36 juta saham atau 21,7% total modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga saham IPO itu berkisar Rp 1.800-Rp 2.100 per saham.


Dus, Merdeka mengincar Rp 1,5 triliun-Rp 1,8 triliun. Merdeka akan menjadi emiten pertambangan belum berproduksi pertama yang menggelar IPO di BEI. Sejak berdiri tahun 2012, Merdeka juga masih masih merugi. Toh, "Kami optimistis saham terserap melihat prospek jangka panjang perusahaan yang mulai berproduksi pada 2017," ujar Adi Ardiansyah Sjoekri, Presiden Direktur Merdeka Copper Gold, kemarin.

Selain Merdeka Copper, sebelumnya perusahaan yang mulai bookbuilding IPO adalah Puradelta Lestari dan PP Properti. Puradelta membidik dana IPO Rp 2,2 triliun-Rp 3,7 triliun. Sedangkan PP Properti, anak usaha PTPP meraih dana Rp 908,7 miliar.

Dari hasil bookbuilding, PP Properti menetapkan harga saham di batas paling bawah, yakni Rp 185 per saham. Kelebihan permintaan (oversubscribed) cuma hanya 2,4 kali. Padahal, menurut analis, prospek fundamental calon emiten ini cukup menarik.

Analis BNI Securities Thendra Chrisnanda menilai, keluarnya dana asing dari BEI menyebabkan IHSG anjlok. Pasar merespon negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengecewakan. Ini membuat permintaan IPO minim. "Terbukti penyerapan IPO PP Properti ada di batas bawah," ujar dia.

Di tengah bursa yang ajrut-ajrutan, investor cenderung meminta diskon besar terhadap harga saham yang ditawarkan kendati fundamental emiten oke. Jika investor meminta diskon besar, biasanya calon emiten menurunkan jumlah saham yang diterbitkan agar tak rugi.

Analis MNC Securities Reza Nugraha menilai, di tengah kondisi pasar saat ini, likuiditas menjadi kunci jika ingin mencoba peruntungan di saham IPO. "Pilihlah saham IPO yang market cap-nya cukup besar," imbuh dia. Market cap ketiga calon emiten ini memang besar. Tapi kondisi pasar membuat beberapa sektor tak menarik. Misalnya, sektor komoditas yang menjadi bisnis utama Merdeka Copper.

"Karena belum berproduksi, sulit mencari perbandingan valuasinya, sehingga peminat saham ini cenderung sepi," tutur Reza.

Thendra menambahkan, jejak saham milik Saratoga yang cenderung stagnan usai IPO bakal menjadi pertimbangan investor. Alhasil, "Kalau mau masuk, di pasar sekunder saja," ujar Thendra. Dia menilai, minat IPO akan semarak lagi di semester kedua, terutama saat proyek infrastruktur berjalan dan IHSG mulai terangkat naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie