Ekonomi melambat, tak ada alasan bagi bank sentral Asia kerek suku bunga di 2019



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Lemahnya pertumbuhan ekonomi dan tekanan harga yang semakin menjerat di bakal membuat bank-bank sentral di kawasan Asia tak memiliki alasan untuk memperketat kebijakannya pada tahun 2019.

Terutama karena kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lambat. Namun, hal ini bisa saja berubah jika pelemahan mata uang negara-negara di Asia terjadi.

Sebelumnya pada hari Rabu waktu AS, The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya untuk keempat kalinya sepanjang tahun ini, seperti ekspektasi. The Fed juga mengisyaratkan lonjakan suku bunga di tahun 2019 akan lebih lambat daripada yang diproyeksikan sebelumnya.


Prospek kebijakan The Fed merupakan faktor utama pendorong mata uang di Asia dan prospek suku bunga yang kurang agresif tahun depan umumnya akan mengendorkan tekanan penjualan valuta asing (valas) di negara Asia seperti Indonesia, Filipina dan India.

Bank-bank sentral di negara ini memang secara berulang-ulang sudah menaikkan suku bunga acuannya tahun ini untuk mengurangi arus keluar portofolio dan menjaga pertumbuhan inflasi yang moderat.

Fakta lain, Bank Sentral Jepang memutuskan untuk mempertahankan kebijakan moneternya dan bank sentral di Taiwan dan Indonesia diprediksi akan melakukan hal yang sama pada rapat bank sentral masing-masing negara.

"Apa yang kami prediksi untuk Asia tahun depan didasarkan pada kenyataan bahwa Fed akan lebih dovish dan kami memiliki pandangan yang sama setelah semalam, yaitu ada lebih sedikit tekanan untuk mengetatkan kebijakan makroprudensial," kata Irene Cheung, Ahli Strategi ANZ Asia.

Jeda panjang dalam pengetatan bank sentral Asia di tahun depan ini dapat memfasilitasi lebih banyak aliran dana untuk masuk ke obligasi Asia dan menawarkan beberapa bunga kepada nasabah dengan margin yang lebih kecil. Terutama untuk negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Selain soal risiko mata uang, Irene menyebut hampir tidak ada alasan bagi bank sentral di Asia untuk menaikkan suku bunga acuannya.

Mengutip Reuters, Kamis (20/12) International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan melambat menjadi 5,4% tahun depan dari 5,6% pada tahun 2018.

Namun, Direktur APAC Changyong Rhee mengatakan pada hari Selasa bahwa penurunan peringkat lebih lanjut dimungkinkan dan peninjauan ulang dari IMF bisa terjadi pada bulan Januari 2019 mendatang.

Para ekonom juga menilai bahwa China dapat kehilangan 1% pertumbuhan ekonomi tahun depan jika gencatan senjata dalam perang dagang antara Washington dan Beijing gagal, dan tarif yang lebih tinggi otomatis dibutuhkan oleh China tahun 2019.

Negara-negara lain di Asia dapat mengalami pukulan serupa, mengingat ketergantungan yang besar di kawasan itu terhadap China khususnya untuk perdagangan dan investasi.

Editor: Herlina Kartika Dewi