JAKARTA. Menjadi emiten yang tahan banting di sektor konsumer merupakan salah satu keunggulan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Permintaan barang konsumsi yang akan selalu ada meski ekonomi melambat. Performa UNVR selalu terjaga. Bahkan, kondisi keuangan emiten konsumer ini selalu berada dalam tren naik. "Tren ini terbentuk karena UNVR selalu mengeluarkan produk baru setiap tahun," ujar analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe, Selasa (29/3). Pendapatan UNVR tahun lalu diperkirakan sekitar Rp 38,27 triliun, naik sekitar 11% dibandingkan periode 2014. Lalu, pendapatan tahun ini diperkirakan akan naik lagi sekitar 13%, menjadi sekitar Rp 43,12 triliun.
Unilever juga terbilang jago menjaga level beban pokok pendapatan. Ini terlihat dari posisi margin kotor yang relatif stabil sejak tahun 2010. Level margin kotor UNVR rata-rata berada pada angka 51%. Hanya pada tahun 2014 saja margin kotor UNVR mencapai 49%. Namun, membaiknya harga bahan baku dan meredanya fluktuasi kurs diprediksi akan kembali mengerek level margin kotor UNVR ke 51% pada tahun lalu, tahun ini dan beberapa tahun ke depan. Margin yang terjaga pada akhirnya berimbas positif bagi bottom line Unilever. Laba bersih UNVR tahun lalu diprediksi Rp 6,28 triliun dan akan naik lagi menjadi Rp 7,1 triliun pada tahun ini. Harga terjangkau konsumen Perlu dicermati juga, antara beban pokok, margin dan bottom line memang saling terkait. Nah, sejak tahun 2011, UNVR memiliki posisi return on equity (ROE) yang selalu berada di atas angka 100%. "Artinya, UNVR merupakan perusahaan yang selalu untung dengan cost rendah," tambah Kiswoyo. Analis Bahana Securities Harry Su dalam risetnya menjelaskan, performa UNVR tahun ini akan didukung divisi makanan dan minuman alias food and beverages (F&B). "Tak ketinggalan, launching dan re-launching produk kebutuhan rumah tangga yang memiliki brand kuat turut menambah kekuatan UNVR," terang Harry. Eminten konsumer ini memiliki pertumbuhan margin stabil dari tahun ke tahun. Lihat saja, margin laba kotor UNVR per September 2015 sebesar 49,33%. Sedangkan margin kotor rata-rata dalam lima tahun terakhir tak jauh beda di level 50,62%. Margin laba bersih UNVR pada akhir kuartal ketiga tahun lalu sekitar 15,70% dan margin laba bersih rata-rata dalam lima tahun terakhir di angka 16,78%. Proteksi margin UNVR ini berasal dari kenaikan harga. Nah, mengenai kebijakan menaikkan harga, UNVR tidak sembarangan. Analis JPMorgan Princy Singh dalam risetnya mengatakan, andaikan ada kenaikan harga, maka angkanya selalu berada di bawah inflasi. Princy mengatakan, keterjangkauan harga menjadi hal paling penting bagi perusahaan. Kesiapan konsumen dengan kenaikan harga menjadi pertimbangan utama. "Namun, melihat kondisi tahun ini, sepertinya frekuensi kenaikan harga akan jauh berkurang," kata dia. Memang, kenaikan harga bukan merupakan satu-satunya cara memproteksi margin. Menurut Harry, masih ada hal lain yang bisa dilakukan. Kenaikan harga yang juga dikombinasikan terkoreksinya harga bahan baku menjadi cara yang juga efektif untuk menjaga level margin. Harry memprediksi, pendapatan UNVR tahun ini sekitar Rp 40,92 triliun dengan laba bersih Rp 6,48 triliun. Bandingkan dengan prediksi pendapatan dan laba bersih tahun lalu, yang masing-masing Rp 37,04 triliun dan Rp 5,87 triliun.
Jadi
earning per share (EPS) atau laba bersih per saham perseroan diprediksi meningkat menjadi Rp 853, dari Rp 768 per saham. Proyeksi kinerja tahun inilah yang mendasari Harry pada 14 Maret lalu menetapkan rekomendasi buy saham UNVR dengan target harga Rp 50.500 per saham. Senada, Kiswoyo juga menetapkan rekomendasi buy dengan target harga Rp 50.000 per saham. Dalam perdagangan di bursa kemarin, harga UNVR tutup di Rp 42.975 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie