Ekonomi mulai bangkit, masih ada gagal bayar surat utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi secara tidak langsung memunculkan harapan akan semakin sedikit emiten yang mengalami penundaan pembayaran kewajiban. Namun, pemulihan yang dialami emiten berbeda-beda. Investor baiknya tetap cermat dalam memilih surat utang korporasi. 

Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, sepanjang November ada dua perusahaan yang menunda pembayaran bunga medium term notes (MTN), yaitu PT Indah Karya dan PT Wadhe Nusantara. Sedangkan, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat berdasarkan data publikasi peringkat oleh Pefindo, di tahun 2021 ada dua perusahaan yang mengalami penundaan pembayaran surat utang. Sebagai perbandingan, di tahun lalu ada empat perusahaan yang menunda pembayaran. 

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruoto mengatakan secara umum pasar obligasi sudah kembali pulih dari tekanan pandemi Covid-19. Dari sisi penerbitan, Direktur Pefindo Hendro Utomo mengatakan di sepanjang 2021 kondisi penerbitan obligasi korporasi mulai menunjukkan pemulihan dibanding tahun lalu. Namun, memang penerbitan MTN masih relatif terbatas. 


Baca Juga: Tower Bersama Infrastructure (TBIG) rilis obligasi Rp 1,45 triliun awal Desember

Meski kondisi makroekonomi membaik, Hendro mengatakan kondisi tersebut tidak bisa secara langsung mencerminkan kemampuan entitas untuk membayar kewajibannya. Kemampuan entitas tergantung dari kemampuan entitas masing-masing menghasilkan arus kas dan bagaimana dampak pandemi terhadap kegiatan usaha tersebut. 

"Begitupun pemulihan bisnis tiap entitas berbeda yang mempengaruhi kemampuan membayar kewajibannya di 2022," kata Hendro, Rabu (24/11). Alhasil, beberapa jenis kegiatan usaha ada yang tetap menghadapi tekanan dalam memenuhi kewajiban keuangan yang jatuh tempo di 2022. 

Di samping pemulihan ekonomi yang mulai berjalan, Hendro mengatakan investor baiknya tetap bersikap waspada. Terutama, jika terjadi gelombang kenaikan kasus positif yang signifikan dan mengakibatkan pembatasan mobilitas masyarakat. 

Baca Juga: BUMN Indah Karya Kembali Menggelar Restrukturisasi Sukuk, Jatuh Tempo Diperpanjang

Selain itu volatilitas harga komoditas juga tetap menjadi risiko, mengingat perekonomian Indonesia masih cukup tergantung pada sektor berbasis komoditas dan saat ini beberapa komoditas utama berada pada tren harga yang tinggi. Jika terjadi koreksi yang dalam terhadap harga komoditas utama, hal ini dapat mempengaruhi sektor-sektor terkait dan turunannya. 

Faktor eksternal lain seperti rencana percepatan tapering oleh the Fed dapat juga menyebabkan terjadinya capital outflow dan menekan nilai tukar rupiah.

Sementara, Ramdhan mengamati surat utang dari sektor infrastruktur harus dicermati kembali, mengingat beban utang mereka yang besar. Meski pembatasan aktivitas sudah lebih longgar, Ramdhan juga menilai surat utang dari sektor pariwisata perlu dicermati lagi mengenai potensi kemampuan pembayaran kewajiban keuangan mereka. 

Baca Juga: DJPPR: Penarikan pinjaman luar negeri capai Rp 47,3 triliun sampai akhir Oktober 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati