KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Ekonomi Thailand melambat tapi tidak masuk resesi. Ini adalah pernyataan Menteri Keuangan Thailand Uttama Savanayana setelah rilis pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang hanya sebesar 2,3%. Angka pertumbuhan ekonomi kuartal kedua ini merupakan level terendah pertumbuhan tahunan dalam hampir lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang melemah ini terjadi di tengah turunnya ekspor yang merupakan pendorong utama ekonomi Negeri Gajah Putih. Kondisi ini diperburuk dengan nilai tukar baht yang menguat sehingga menyebabkan barang ekspor Thailand menjadi relatif lebih mahal. Nilai tukar baht menguat lebih dari 6,4% sejak awal tahun.
Baca Juga: Produk semen asal Indonesia dikecualikan dari pengenaan BMTP di Filipina Uttama mengatakan, stimulus diharapkan mampu menyokong pertumbuhan ekonomi 2019 di level 3%. Bulan lalu, pemerintah mengumumkan paket stimulus US$ 10 miliar yang termasuk dukungan bagi petani dan sektor pariwisata untuk meningkatkan aktivitas domestik. "Saya mengonfirmasi bahwa ekonomi Thailand tidak masuk resesi. Kami masih tumbuh tapi dalam laju yang lebih lambat," kata Uttama seperti dikutip
Reuters. Selain paket stimulus tersebut, pemerintah Thailand akan mempercepat investasi oleh perusahaan pelat merah dengan nilai lebih dari 300 miliar baht atau US$ 9,80 miliar yang ditargetkan pada tahun fiskal ini yang berakhir September. Uttama menambahkan, anggaran investasi perusahaan milik negara diharapkan naik setidaknya 10% untuk tahun fiskal selanjutnya.
Baca Juga: Per 12 September, kemasan rokok di Thailand harus tampil polos tanpa merek Rabu (4/9), komite bersama perbankan, perdagangan dan industri mengatakan bahwa ada kekhawatiran atas ketergantungan Thailand pada sektor perdagangan. Sektor ini kurang memiliki dukungan dan hanya bisa tumbuh di bawah target 2,9%-3,3% tahun ini. Bank sentral Thailand pekan lalu menyebutkan bahwa ekonomi mungkin hanya akan tumbuh 3% tahun ini setelah tumbuh 4,1% tahun lalu. Uttama mengatakan, dia tidak khawatir akan tingginya level utang rumah tangga. Karena utang ini terdiri dari utang untuk bisnis dan menghasilkan pendapatan dan sebagian lainnya merupakan utang berjaminan. "Tapi kami tidak tinggal diam. Kami akan tetap memonitor dengan cermat meski saat ini belum menjadi kekhawatiran," kata dia.
Baca Juga: Thailand memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi 2019 menjadi 2,7%-3,2% Pada akhir Maret, utang rumah tangga di Thailand mencapai hampir 13 triliun baht atau US$ 424,84 miliar. Angka ini setara dengan 78,7% produk domestik bruto. Utang rumah tangga ini naik dari 53,5% pada awal 2009 dan merupakan salah satu level yang tertinggi di Asia. Utang yang tinggi menyebabkan konsumsi swasta menurun. Konsumsi mengontribusi separuh dari ekonomi Thailand saat ini.
Editor: Wahyu T.Rahmawati