JAKARTA. Kinerja perekonomian nasional sepanjang tiga bulan pertama tahun ini terlihat lambat. Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) baru akan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi pekan depan, tapi para ekonom menyatakan terjadi pelambatan ekonomi, dengan perkiraan pertumbuhan tak sampai 5%. Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN menyatakan, pelambatan ekonomi terlihat jelas. Indikasi yang paling jelas adalah lambatnya penyaluran kredit perbankan dan kegiatan ekspor impor. Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan hingga Februari 2015 mencapai Rp 3.699,5 triliun atau tumbuh 12% dalam setahun terakhir. Pertumbuhan kredit ini sangat rendah, karena tahun lalu di atas 18%.
Lambatnya pertumbuhan kredit menunjukkan ekspansi sektor swasta (korporasi) juga rendah. Tak heran, Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan BI menunjukkan saldo bersih tertimbang (SBT) triwulan I hanya tumbuh 4,83%, lebih rendah dibanding triwulan IV 2014 yang sebesar 11,03%. Hasil survei juga menunjukkan rata-rata kapasitas produksi terpakai sebesar 73,06%, turun dibanding 79,78% pada triwulan sebelumnya. Industri pengolahan pun lesu. Prompt Manufacturing Index (PMI) triwulan I sebesar 45,08%. Ini lebih rendah dibanding 48,89% pada triwulan IV 2014. "Industri lesu karena permintaan masyarakat juga lemah," kata Doddy Ariefianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selama ini konsumsi masyarakat merupakan penopang laju perekonomian. Banyaknya tekanan di masyarakat, mulai dari kenaikan harga barang dan jasa serta pelemahan nilai tukar rupiah, menyebabkan tingkat belanja berkurang. Walhasil, sektor swasta terkena imbasnya. Pemerintah lemah Sebab itu Doddy menghitung pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 akan di bawah 5%. "Hanya di kisaran 4,8%-4,9%," kata Doddy. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pun senada: ekonomi awal tahun ini lebih lambat dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang 5,21%. Ia menghitung pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 hanya 4,8%-5%. Selain karena masyarakat masih menahan diri untuk berbelanja, pelambatan ini akibat pemerintah kurang agresif membelanjakan anggaran. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil mengatakan, realisasi belanja negara hingga Maret 2015 mencapai 18,5% atau Rp 367,06 triliun. Jumlah ini sudah jauh lebih baik dibanding tahun lalu yang hanya 15%.
"Tapi ini masih kurang, karena semua sektor melambat, seharusnya pemerintah bisa lebih gencar memakai anggaran," kata David. Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui kondisi ekonomi saat ini cukup sulit. Namun, pemerintah dan BI masih melihat ada potensi pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Dukungan pertumbuhan ekonomi berasal dari laju penanaman modal yang diyakini bakal tumbuh. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengumumkan hasil investasi kuartal I 2015 pada Selasa (28/4). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie