JAKARTA. Sengketa antara eks karyawan Ronald I Nangoi dengan PT Arpeni Pramata Ocean Line Tbk (Apol) terus berlanjut di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Eksepsi Apol yang menolak kasus ini diperiksa di PHI ditolak majelis hakim dan kini perkara tersebut telah masuk dalam pokok perkara dengan agenda pembuktian dan mendengar keterangan saksi.Berdasarkan berkas putusan sela yang diperoleh KONTAN, Ketua Majelis Hakim Purwono Edi Santoso memutuskan menolak esksespi Apol yang menyatakan PHI secara absolut tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, karena Ronald bukanlah buruh atau karyawan Apol melainkan Direktur."Menolak eksepsi tergugat dan menyatakan PHI berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo," ujar Purwono seperti tertulis dalam berkas putusan yang dibacakan pada 10 Maret 2014 lalu. Majelis hakim memerintahkan kedua belah pihak melanjutkan persidangan perkara tersebut dengan agenda pembuktian.Putusan sela ini didasarkan pada pertimbangan bahwa obyek gugatan perkara ini berkaitan dengan perselisihan PHK yang mengacu pada ketentuan pasal 150 UU No.13 tahun 2003 jo pasal 1 angka 7 huruf b dan angka 17 jo pasal 2 jo pasal 56 UU No.2 tahun 2004.Sementara terkait dengan hak-hak Ronald sebagai karyawan seperti pesangon dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak serta upah selama proses PHK dan tuntutan uang kompensasi akan dipertimbangkan lebih lanjut dalam agenda pembukatian.Kuasa hukum Ronal, Anggiat Marulitua Sinurat mengatakan putusan sela tersebut merupakan bukti awal bahwa kliennya benar-benar karyawan Apol dan bukan hanya sekedar direktur sebagaimana diklaim Apol sebelumnya. Ia mengatakan kasus ini sekarang tengah bergulir di PHI dengan agenda pembuktian. "Kita akan buktikan bahwa pak Ronal benar-benar karyawan Apol. Sidang Kamis (24/4) pekan ini kita hadirkan saksi," ujarnya, Senin (21/4).Sementara itu kuasa hukum Apol M. Hilman Mehaga enggan mengomentari kasus ini. "Maaf saya perlu konfirmasi dulu ke klien sebelum memberikan komentar," ujarnya saat dihubungi KONTAN, Senin (21/4).Namun dalam eksepsinya sebelumnya, Hilman bilang, hubungan Ronal dan Apol merupakan hubungan keperdataan karena Ronal adalah mantan direksi Apol. Ronal juga diangkat menjadi direksi pada 2005 oleh rapat umum pemegang saham (RUPS). Karena sebagai direksi, maka hubungan hukum antara Apol dan Ronal menjadi hubungan murni perdata. "Dengan demikian, Ronal bukan lagi karyawan," tandasnya.Sengketa ini bermula ketika, Apol melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ronal dari jabatannya per 31 Mei 2013. Jabatan terakhir Ronald adalah Sekretaris Perusahaan merangkap Direktur. Pemberhentian Ronald diumumkan disalah satu surat kabar nasional sebagai syarat bahwa Ronald adalah Direktur Apol. Apol juga menolak memberikan pesangon dan hak-haknya sebagai karyawan karena alasan Ronald bukan karyawan melainkan Direktur yang sewaktu-waktu dapat diberhentikan.Akibat PHK tanpa pesangon itu, Ronald mengaku mengalami kerugian materil sebesar Rp 3,075 miliar. Kerugian itu terdiri dari uang pesangon sebesar Rp 1,8 miliar, uang penghargaan masa kerja Rp 2,5 miliar, uang pergantian hak Rp 375 juta dan uang proses bulan Juni dan Juli 2013 sebesar Rp 200 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Eks karyawan menangkan putusan sela melawan Apol
JAKARTA. Sengketa antara eks karyawan Ronald I Nangoi dengan PT Arpeni Pramata Ocean Line Tbk (Apol) terus berlanjut di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Eksepsi Apol yang menolak kasus ini diperiksa di PHI ditolak majelis hakim dan kini perkara tersebut telah masuk dalam pokok perkara dengan agenda pembuktian dan mendengar keterangan saksi.Berdasarkan berkas putusan sela yang diperoleh KONTAN, Ketua Majelis Hakim Purwono Edi Santoso memutuskan menolak esksespi Apol yang menyatakan PHI secara absolut tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, karena Ronald bukanlah buruh atau karyawan Apol melainkan Direktur."Menolak eksepsi tergugat dan menyatakan PHI berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo," ujar Purwono seperti tertulis dalam berkas putusan yang dibacakan pada 10 Maret 2014 lalu. Majelis hakim memerintahkan kedua belah pihak melanjutkan persidangan perkara tersebut dengan agenda pembuktian.Putusan sela ini didasarkan pada pertimbangan bahwa obyek gugatan perkara ini berkaitan dengan perselisihan PHK yang mengacu pada ketentuan pasal 150 UU No.13 tahun 2003 jo pasal 1 angka 7 huruf b dan angka 17 jo pasal 2 jo pasal 56 UU No.2 tahun 2004.Sementara terkait dengan hak-hak Ronald sebagai karyawan seperti pesangon dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak serta upah selama proses PHK dan tuntutan uang kompensasi akan dipertimbangkan lebih lanjut dalam agenda pembukatian.Kuasa hukum Ronal, Anggiat Marulitua Sinurat mengatakan putusan sela tersebut merupakan bukti awal bahwa kliennya benar-benar karyawan Apol dan bukan hanya sekedar direktur sebagaimana diklaim Apol sebelumnya. Ia mengatakan kasus ini sekarang tengah bergulir di PHI dengan agenda pembuktian. "Kita akan buktikan bahwa pak Ronal benar-benar karyawan Apol. Sidang Kamis (24/4) pekan ini kita hadirkan saksi," ujarnya, Senin (21/4).Sementara itu kuasa hukum Apol M. Hilman Mehaga enggan mengomentari kasus ini. "Maaf saya perlu konfirmasi dulu ke klien sebelum memberikan komentar," ujarnya saat dihubungi KONTAN, Senin (21/4).Namun dalam eksepsinya sebelumnya, Hilman bilang, hubungan Ronal dan Apol merupakan hubungan keperdataan karena Ronal adalah mantan direksi Apol. Ronal juga diangkat menjadi direksi pada 2005 oleh rapat umum pemegang saham (RUPS). Karena sebagai direksi, maka hubungan hukum antara Apol dan Ronal menjadi hubungan murni perdata. "Dengan demikian, Ronal bukan lagi karyawan," tandasnya.Sengketa ini bermula ketika, Apol melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ronal dari jabatannya per 31 Mei 2013. Jabatan terakhir Ronald adalah Sekretaris Perusahaan merangkap Direktur. Pemberhentian Ronald diumumkan disalah satu surat kabar nasional sebagai syarat bahwa Ronald adalah Direktur Apol. Apol juga menolak memberikan pesangon dan hak-haknya sebagai karyawan karena alasan Ronald bukan karyawan melainkan Direktur yang sewaktu-waktu dapat diberhentikan.Akibat PHK tanpa pesangon itu, Ronald mengaku mengalami kerugian materil sebesar Rp 3,075 miliar. Kerugian itu terdiri dari uang pesangon sebesar Rp 1,8 miliar, uang penghargaan masa kerja Rp 2,5 miliar, uang pergantian hak Rp 375 juta dan uang proses bulan Juni dan Juli 2013 sebesar Rp 200 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News